REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dian Fath Risalah, Nawir Arsyad Akbar
Pada 20 Mei 2020 lalu, tim penyidik KPK sempat menangkap Kabag Kepegawaian Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Dwi Achmad Noor dalam operasi tangkap tangan (OTT) di area Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). OTT saat itu terkait penyerahaan uang tunjangan hari raya (THR).
Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam keterangan pers, sehari setelah OTT menerangkan, Dwi ditangkap lantaran diduga akan menyerahkan uang THR kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemdikbud dan sejumlah staf SDM di Kemendikbud. OTT itu sendiri digelar setelah pihak KPK menerima informasi dari pihak Itjen Kemendikbud.
Setelah mendapatkan informasi tersebut, KPK bersama dengan tim Itjen Kemendikbud menindaklanjutinya dan mengamankan Dwi beserta barang bukti berupa uang sebesar 1.200 dolar AS dan Rp 27,5 juta. Menurut Karyoto, kasus bermula saat Rektor UNJ Komarudin meminta sejumlah dekan fakultas dan lembaga penelitian di lingkungan UNJ mengumpulkan uang masing-masing Rp 5 juta melalui Dwi.
Uang itu rencananya diserahkan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemendikbud dan sejumlah staf SDM di Kemendikbud sebagai uang THR. Sehari sebelum ditangkap, Dwi sempat menyerahkan THR sebesar Rp 5 juta kepada Karo SDM Kemendikbud, Rp 2,5 juta kepada Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud, serta Parjono dan Tuti selaku staf SDM Kemendikbud masing-masing sebesar Rp 1 juta.
"Setelah itu Dwi Achmad Noor diamankan KPK dan Itjen Kemendikbud," kata Karyoto.
Namun, setelah proses permintaan keterangan terhadap pihak-pihak terkait OTT, KPK kemudian menyerahkan kasus tersebut ke Polri. Adapun, alasan diserahkannya kasus kepada Kepolisian lantaran setelah proses permintaan keterangan terhadap sejumlah pihak, tidak ditemukan unsur penyelenggara negara dalam kasus ini. Bahkan, setelah dilakukan permintaan keterangan, belum ditemukan unsur pelaku penyelenggara negara.
"Sehingga selanjutnya dengan mengingat kewenangan, tugas pokok dan fungsi KPK maka KPK melalui unit Koordinasi dan Supervisi Penindakan menyerahkan kasus tersebut kepada Kepolisian RI untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum," kata Karyoto.
Pada hari ini, diumumkan bahwa, Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menghentikan penyelidikan perkara yang diserahkan oleh KPK itu. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus mengatakan, penyelidikan terhadap kasus tersebut dihentikan lantaran tidak terpenuhinya unsur tindak pidana korupsi.
"Dengan tidak ditemukannya tindak pidana korupsi terhadap perkara a quo, maka penyelidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan penghentian penyelidikan dalam rangka kepastian hukum terhadap perkara ini," kata Yusri di Mako Polda Metro Jaya, Kamis (9/7).
Yusri menjelaskan bahwa penyidik Polda Metro Jaya telah melakukan gelar perkara bersama dengan pihak KPK dan Bareskrim Polri. Kemudian, fakta-fakta dalam gelar perkara tersebut menunjukkan bahwa tidak ditemukan tindak pidana korupsi.
"Kita gelar perkara bersama-sama teman KPK dan Bareskrim ditarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta hukum yang didapat dan penyelidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus PMJ berpendapat tidak menemukan suatu peristiwa tindak pidana korupsi," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Roma Hutajulu menambahkan keputusan tersebut didasarkan pada hasil pemeriksaan saksi ahli.
"Kami berpendapat dan melakukan pemeriksaan kepada dua saksi ahli dan menyampaikan seperti apa yg disampaikan Kabid Humas," kata Roma.
Selain itu tim penyidik juga telah memeriksa 44 saksi yang terkait dengan kejadian tersebut. Roma menyebut pihaknya juga sudah memeriksa rekaman CCTV dan menggelar rekonstruksi di dua tempat yakni di UNJ dan di Kemendikbud.
"Penyelidik mencari kembali peristiwa apa yang terjadi dan berdasarkan fakta-fakta dan keterangan berbagai pihak, ada 44 saksi yang kita dengar kesaksiannya," ujarnya.
KPK dinilai tidak berkelas
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) pernah menyoroti OTT yang dilakukan KPK terkait dugaan pemberian THR dari pihak UNJ kepada pejabat di lingkungan Kemendikbud. MAKI menilai, OTT yang dilakukan KPK tidak berkelas.
"OTT ini sangat tidak berkelas dan sangat memalukan karena KPK saat ini OTT hanya level kampus, hanya uang THR dan lebih parah lagi kemudian penanganannya diserahkan kepada polisi dengan alasan tidak ada penyelenggara negaranya," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui keterangannya di Jakarta, pada 22 Mei lalu.
Menurut Boyamin, alasan pelimpahan perkara kepada Kepolisian karena tidak adanya unsur penyelenggara negara juga sangat janggal. Karena menurut Boyamin, rektor merupakan jabatan tinggi di Kemendikbud.
"Mestinya KPK tetap lanjut tangani sendiri dan tidak serahkan kepada polisi. Rektor adalah penyelenggara negara karena ada kewajiban laporkan hartanya. Kalau KPK bilang tidak ada penyelenggara negara, bagaimana polisi memrosesnya, apa dengan pasal pungutan liar? Ini yang akan menyulitkan polisi menerima limpahan dari KPK," tuturnya.