REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (HAM) meminta kasus dugaan penyiksaan atas Sarpan (57 tahun) di tahanan Polsek Percut Sei Tua, Sumatra Utara, diusut secara pidana. Pemaksaan pengakuan untuk mendapatkan keterangan saat pemeriksaan oleh aparat hukum bertentangan dengan norma hak asasi manusia (HAM).
Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin mengatakan, penyiksaan seperti itu dilarang oleh UU No.5/1998 tentang Menentang Penyiksaan dan Tindakan Tidak Manusiawi Lainnya. "Berdasarkan UU tersebut, setiap orang yg melakukan penyiksaan bisa dipidana," kata Amiruddin dalam pernyataannya, Sabtu (11/7).
Amiruddin mengatakan, agar penyiksaan dalam tahanan polisi tidak terus berulang, kapolri harus menindak pelaku penyiksaan di Polsek tersebut secara hukum. "Polri juga harus menindak atasan langsung dari pelaku penyiksaan itu," ujarnya.
Amiruddin menambahkan, tindakan penyiksaan tidak boleh ditoleransi dan tidak boleh terus berulang. Karena itu, ia menilai sudah saatnya pemerintah, dalam hal ini Kemlu, dan Komisi 1 DPR RI mengambil langkah-langkah untuk meratifikasi OPCAT (Optional Protokal Convention Againt Torture) demi memperkuat implementasi UU No.5/1998.
Sebelumnya, peristiwa penyiksaan dalam sel tahanan Polsek Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Sumut, yang ditengarai dilakukan oleh anggota Polsek terhadap korban bernama Sarpan (57). Sarpan diduga disiksa setelah ditangkap dgn tuduhan melakukan pembunuhan.
Selama dalam tahanan hampir tiga hari, Sarpan disiksa agar mengaku melakukan pembunuhan. Padahal Sarpan tidak melalukan perbuatan pembunuhan. Sarpan adalah saksi atas peristiwa pembunuhan tersebut.
Dari kasus tersebut, Kapolsek Percut Sei Tuan dicopot. Selain Kapolsek dicopot, ada empat perwira dan luma personel berpangkat Brigadir yang diperiksa terkait kasus penganiayaan ini.
Polda Sumatra Utara menjelaskan proses pemeriksaan masih terus berjalan dan mengklaim proses pemeriksaan dijalankan dengan professional. "Untuk pemukulan terhadap saksi Sarpan yang mengakibatkan mata lebam masih dalam proses pemeriksaan, apakah adanya keterlibatan personel atau tidak," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Tatan Dirsan Atmadja dalam keterangan persnya.
Tatan menjelaskan, apabila ditemukan pelanggaran hukum maka akan diberikan sanksi hukuman Disiplin sesuai dengan Pasal 9 PP RI Nomor 2 tahun 2003, tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.