REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto, minta Presiden terbitkan Surat Presiden (Surpres) terkait Rancangan Undang-undang (RUU HIP). Surpres ini penting segera diterbitkan untuk mengakhiri simpang-siur sikap Pemerintah terhadap RUU HIP. Dengan Surpres Presiden tidak harus menunggu jatuh tempo tanggal 20 Juli 2020.
"Mengingat aspirasi penolakan masyarakat sudah sangat meluas. Kini bola RUU HIP ini ada di istana bukan di Senayan lagi," ujar Anggota Badan Legislasi (Baleg) dalam siaran pers, Senin (13/7).
Mulyanto menjelaskan, sesuai UU No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka paling lama 60 hari sejak itu, Presiden sudah harus membuat Surat Presiden (Surpres) tentang penunjukan Menteri yang mewakilinya dalam pembahasan RUU HIP serta DIM (daftar inventarisasi masalah), yang diperkirakan jatuh pada tanggal 20 Juli 2020.
Menurut Mulyanto, hingga saat ini Presiden belum mengirimkan Supres tersebut ke DPR. Bahkan saat bertemu dengan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (8/7) Presiden Jokowi menegaskan pemerintah masih mengkaji RUU HIP tersebut. Jadi, kata Mulyanto, tidak benar kalau ada Menteri yang bilang Pemerintah menunda apalagi menolak RUU HIP ini.
"Itu hanya statemen PHP, lips servis, yang tidak berdasar. Nyatanya, Presiden mengakui sendiri belum mengambil sikap apa-apa,” jelas Mulyanto.
Dikatakan Mulyanto, semestinya pemerintah bersikap lugas dan aspiratif, tidak harus menunggu jatuh tempo terhadap RUU HIP yang sudah sangat luas mendapat penolakan publik ini. Mulai dari MUI dan ormas-ormas Islam besar, para tokoh agamawan, para tokoh purnawirawan TNI-Polri, para cerdik-cendekia akademisi pengajar Pancasila.
"Juga para Guru Besar yang tergabung dalam Forum Rektor Indonesia; ormas-ormas kepemudaan, keagamaan maupun kebangsaan; para tokoh dan ulama di berbagai daerah," ucap Mulyanto.
Mulyanto mengajak dalam kondisi pandemi Covid-19, Pemerintah dan masyarakat untuk fokus berkonsentrasi pada upaya penanggulangan musibah ini, bukan yang lain. Jangan ganggu fokus penanggulangan covid-19 ini dengan hal-hal yang tidak penting dan mendesak. Apalagi kalau sampai memaksa masyarakat demo turun ke jalan secara bergerombol untuk menyampaikan aspirasi lagi.
"Ini akan makin mempersulit upaya penanggulangan pandemi yang tengah kita hadapi," tegasnya.
Aspirasi penolakan masyarakat terhadap RUU HIP ini sudah disampaikan secara luas dan mendalam. Tinggal kemauan Pemerintah untuk bersikap tegas dan formil. Tidak plin-plan atau mengulur waktu. Kemudian harus sama-sama menjaga, agar pandemi Covid yang diiringi dengan pandemi ekonomi ini, tidak meningkat menjadi pandemi politik. "Pandemi multidimensi seperti ini harus kita cegah," ucap Mulyanto.