Kamis 16 Jul 2020 11:20 WIB

Pemerintah AS Ambil Alih Data Covid-19 dari CDC

Pengambilalihan data Covid-19 oleh pemerintah AS timbulkan kekhawatiran politisasi

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Dokter dan perawat mengelilingi pasien yang terpapar Covid-19 di Roseland Community Hospital, Chicago, Amerika Serikat. Pengambilalihan data Covid-19 oleh pemerintah AS timbulkan kekhawatiran politisasi. Ilustrasi.
Foto: Ashlee Rezin Garcia/Chicago Sun-Times via AP
Dokter dan perawat mengelilingi pasien yang terpapar Covid-19 di Roseland Community Hospital, Chicago, Amerika Serikat. Pengambilalihan data Covid-19 oleh pemerintah AS timbulkan kekhawatiran politisasi. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengambil alih pengumpulan data Covid-19 yang sebelumnya ditangani Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC). Hal ini meningkatkan kekhawatiran saat angka kasus dan kematian terus bertambah, informasi mengenai penyebaran virus corona justru dipolitisasi.

Kini rumah sakit-rumah sakit di seluruh AS akan mengirimkan data pasien Covid-19 ke pusat data baru di Washington DC yang dikelola oleh Departemen Layanan Kesehatan dan Manusia (HHS). Pemerintah Trump mengkritik CDC yang dianggap terlalu lambat dan tidak konsisten dalam melaporkan jumlah kasus, ketersediaan kamar rawat inap, dan ventilator.

Baca Juga

"Hari ini, setidaknya CDC masih terlambat satu pekan dalam melaporkan data rumah sakit," kata juru bicara HHS Michael Caputo dalam pernyataannya seperti dilansir Aljazirah, Kamis (16/7).

Caputo mengatakan Amerika membutuhkan laporan data langsung. Ia menambahkan untuk mengalahkan virus corona Negeri Paman Sam membutuhkan sistem data yang baru, lebih cepat, dan lengkap. 

"Dan CDC, divisi HHS tentu akan berpartisipasi dalam respons pemerintah yang ramping ini, mereka tidak lagi mengendalikannya," tambah Caputo.

Perubahan mendadak ini memicu kekhawatiran dari para pakar kesehatan. Ini karena Trump dan pejabat-pejabat Gedung Putih mengabaikan saran CDC dengan membuka kembali aktivitas ekonomi lebih cepat dari yang seharusnya.

Pemerintah di seluruh dunia berdebat dengan para peneliti tentang data yang digunakan untuk memonitor dan lacak penyebaran virus. Di AS data spesifik yang dikumpulkan per negara bagian, seperti data penyebaran virus di panti wreda, tidak dilaporkan secara merata.

Pada Selasa (14/7) lalu Trump kembali mengklaim tingginya angka penularan virus di AS disebabkan banyak tes yang dilakukan. Ia juga menekankan angka kasus kematian menurun, walaupun data menunjukkan angka infeksi naik.

"Jika kami tidak melakukan tes, Anda tidak akan memiliki berita utama itu karena kami menunjukkan jumlah kasus dan memiliki angka kematian yang paling rendah," kata Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih.

Hingga kini AS sudah mengonfirmasi 3,4 juta kasus Covid-19 dan sekitar 55.500 pasien dirawat di rumah sakit. Berdasarkan situs pengumpulan data independen, COVID Tracking Project, angka kasus infeksi di Negeri Paman Sam naik setelah sebelumnya sempat turun pada Mei dan Juni.

"Saya sangat khawatir tentang memotong CDC dari upaya pelaporan ini," kata epidemiolog Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health's Center for Health Security, Jennifer Nuzzo. 

Menurutnya memisahkan laporan pasien Covid-19 yang dirawat inap dan kasus infeksi tidak memberikan manfaat yang besar. Laporan CDC mengkoordinasi dua data tersebut.

Menteri Kesehatan AS Alex Azar dan koordinator Gugus Tugas Penanggulangan Virus Corona Gedung Putih Deborah Birx mengirimkan surat kepada para gubernur. Dalam surat itu mereka meminta perubahan karena sejumlah rumah sakit gagal mengirimkan laporan harian atau laporan  lengkap.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement