REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV — Ratusan warga Israel kembali berdemo di luar kediaman resmi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di persimpangan Jalan Gaza dan Jalan Balfour pada Jumat (17/7). Itu merupakan demonstrasi yang ketiga kalinya pekan ini.
Sama seperti sebelumnya, demonstrasi terbaru mengkritik dan mengecam pemerintahan Netanyahu yang dianggap, tidak hanya korup, tapi juga kacau dan tak kompeten. Massa mengusung plakat bertuliskan “Tsunami akan datang” dan gambar ikan mati disertai kata-kata “bau busuk korupsi”.
Mantan kepala staf Pasukan Pertahanan Israel Dan Halutz turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Dia menilai sudah tiba waktunya bagi Netanyahu untuk mundur.
“Sebelum dia menghancurkan negara ini, kita harus mengeluarkannya dari posisinya. Prioritasnya adalah membela dirinya dan sejauh yang ia khawatirkan negara bisa terbakar dan semua orang bisa kelaparan,” ujarnya, dikutip laman Times of Israel.
Pada Kamis dan Selasa lalu, demonstrasi turut berlangsung di depan kediaman resmi Netanyahu. Penyelenggara menyebut aksi unjuk rasa itu sebagai “Siege of Balfour (Pengepungan Balfour)”. Selain menyuarakan kritik terkait korupsi, massa memprotes rencana pemerintah menerapkan lockdown pada akhir pekan dan melarang pertemuan publik sebagai bagian dari mencegah penyebaran Covid-19.
“Mencegah pertemuan publik dan menerapkan lockdown hanya dimaksudkan untuk membebaskan Netanyahu dari pengepungan,” kata penyelenggara aksi dalam sebuah pernyataan.
Pada Selasa lalu, demonstrasi sempat berujung ricuh. Polisi menggunakan meriam air dan mengerahkan personel untuk membubarkan massa yang memblokir sistem kereta ringan Yerusalem setelah tengah malam.
Saat ini Netanyahu tengah menghadapi tuduhan penipuan dan pelanggaran kepercayaan dalam tiga kasus berbeda. Dia pun dituding terlibat dalam kasus suap. Netanyahu telah membantah keterlibatannya dalam kasus-kasus tersebut.
Dia mengklaim tuduhan itu merupakan sebuah persekongkolan dari lawan politik, media, penegak hukum, dan jaksa penuntut untuk menyisihkannya dari jabatannya.