REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menjadikan Provinsi Riau sebagai model permanen penerapan konsep pencegahan kebakaran hutan dan lahan skala nasional. Ini merupakan gagasan baru pemerintah dalam menangani bencana asap.
"Sudah ada rencana operasional yang disiapkan KLHK bersama BNPB, tapi saya ingin meyakinkan Riau menjadi contohnya," kata dia usai bertemu kepala Polda Riau dan gubernur Riau di Pekanbaru, Sabtu.
Nurbaya mengatakan, pemerintah telah mengumpulkan data kebakaran hutan-lahan yang terjadi di Bumi Lancang Kuning dalam kurun waktu 10 hingga 13 tahun terakhir. Menurut dia, Riau memiliki kondisi cuaca unik dengan dua kali musim kemarau dalam satu tahun.
Nurbaya menuturkan, Presiden Jokowi pada November 2014 pernah mendatangi Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Kala itu, Jokowi datang untuk memantau langsung langkah pencegahan kebakaran hutan-lahan di lahan gambut. Hingga kini, proses pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan-lahan terus dibenahi dengan menerapkan berbagai sistem terpadu.
"Pada November 2014, Presiden Jokowi datang pertama kali ke Meranti. Marilah kita bisa mendapatkan solusi dari seluruh perjalanan rumit ini juga di Riau. Ini baru benar-benar konkret dari Riau untuk Indonesia, bagaimana cara menyelesaikan masalah-masalah kebakaran," katanya.
Nurbaya mengatakan, pasca bencana kabut asap parah yang terjadi di Riau pada 2014 dan 2015 silam, telah dilakukan berbagai langkah dalam pencegahan dan penanganan bencana tahunan itu. Riau telah memiliki satuan tugas yang terdiri gabungan pemerintah daerah, TNI, polisi, Masyarakat Peduli Api (MPA), dan unsur terkait lain.
Yang teranyar, menurut Nurbaya, adalah aplikasi berbasis Android, Dashboard Lancang Kuning yang diluncurkan Polda Riau. Sistem itu memungkinkan para personel Satgas Karhutla Riau untuk memantau dan melaporkan kebakaran secara terpadu dengan bermodal ponsel pintar.
Namun, Nurbaya mengatakan, Presiden Jokowi menginginkan agar ada pembaruan sistem pencegahan kebakaran hutan-lahan nasional secara permanen. Secara umum, dia mengatakan, terdapat tiga jalur utama upaya pencegahan karhutla secara permanen.
Pertama, pengendalian operasional, di mana pelaksanaannya dilakukan dengan membentuk satuan tugas terpadu, melakukan deteksi dini, menyiapkan Poskotis lapangan, melakukan kesiapan pemadaman melalui darat maupun udara, penegakan hukum, dan keterpaduan MPA.
Kedua adalah pencegahan berdasarkan analisis iklim dan langkah, yang di dalamnya terdapat monitoring cuaca, analisis wilayah, dan dieksekusi dengan modifikasi cuaca. Ia, mengatakan modifikasi cuaca akan segera dilaksanakan sekitar pertengahan Agustus mendatang.
Langkah serupa juga akan diterapkan di Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Langkah selanjutnya adalah dengan melibatkan partisipasi MPA. Langkah itu diselaraskan dengan tata kelola gambut dan kearifan lokal soal pertanian.
“Bagaimana sistem operasi yang selama ini sudah baik, kami sempurnakan dengan partisipasi MPA. Misalnya kepala Polda Riau sudah keluarkan maklumat, tapi pengetahuan dasar perlu dilengkapi pemahaman tentang hak dan kewajiban. Oleh karena itu, kami kembangkan sistem MPA dengan pendekatan kesadaran hukum masyarakat namanya paralegal,” kata Nurbaya.