REPUBLIKA.CO.ID, Arthur G Gish atau akrab disapa Art, memang penganut Kristiani. Ia juga warga negara AS. Tapi, sejak 1995, petani organik ini menghabis kan waktu beberapa bulan setiap tahunnya di Palestina. Bersama timnya, Christian Peacemaker Teams (CPT), Art menjadi aktivis perdamaian.
Pengalamannya di Palestina itu dituangkan dalam buku berjudul Hebron Journal. Harian Republika berkesempatan berbincang dengannya, Selasa, 22 Juli 2008 lalu, saat berkunjung ke Indonesia selama 10 hari, atas prakarsa Mizan. Petikan wawancara tersebut kembali dikutip dan dinarasikan kembali Republika.co.id
Dalam kesempatan tersebut dia menjelaskan pandangannya tentang konflik internal Fatah dan Hamas. Menurut dia, itu hal yang sangat sulit dan menjadi hambatan. Namun, hal lain yang saya pahami, masalah itu diciptakan orang-orang di luar Palestina. Israel telah melakukan banyak hal terkait Hamas. Israel berharap Hamas yang punya senjata saling berperang dengan Fatah. Israel yang menciptakan konflik Hamas dan Fatah.
Dia menjelaskan pada 2006 lalu, Hamas menang pemilu dan tak ada yang meragukan bahwa pemilu jujur dan adil. Namun, tak lama, Israel dan AS menghancurkan pemerintahan yang dibentuk Hamas.
Seluruh bantuan keuangan dihentikan karena pemerintahan dijalan kan Hamas. Dan, akhirnya, kita melihat Fatah dan Hamas saling bertentangan,” ujar dia.
Dalam kesempatan tersebut dia menolak untuk menyebut Hamas sebagai kelompok teroris, segamana sebutan sejumlah negara Barat.
“Saya tak akan memanggil Hamas sebagai kelompok teroris. Saya seorang pasifis yang pantang melakukan kekerasan. Hamas memang memiliki sayap militer yang melakukan aksi. Namun, setahu saya, pengeboman dan bentuk ke- kerasan apa pun juga bertentangan dengan Islam,” kata dia.
Menurut Art, Hamas sangat sedikit melakukan kekerasan. Dalam kegiatannya, sebagian besar justru Hamas melakukan hal yang tak terkait kekerasan. Mereka menjalankan rumah sakit, klinik, memberi bantuan makanan bagi yang kelaparan, dan mereka memiliki integritas.
Kemenangan Hamas pada pemilu dua 2006, menurut Art, karena warga Palestina mengetahui Fatah yang korup. Mereka percaya pada Hamas karena jujur. Saat itu, tak hanya Muslim, tapi juga orang sekuler dan Kristen banyak yang memilih Hamas. Jika orang mengatakan Hamas kelompok teroris, Israel adalah kelompok teroris sebenarnya.
“Dan, saya pikir, teroris yang paling buruk dan paling besar di dunia adalah George W Bush. Alqaidah, misalnya, dalam lima tahun terakhir telah membunuh ribuan orang. Namun, dalam waktu yang sama, Bush telah membuat lebih dari jutaan orang tewas,” ujar dia.