REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY -- Meksiko menjadi negara dengan angka kematian tertinggi ketiga COVID-19 di bawah Amerika Serikat dan Brasil. Negara tersebut telah mencatat setidaknya 46.688 kematian selama pandemi, dengan total 424.637 infeksi.
Sebelumnya Inggris memiliki korban tertinggi ketiga, dan mencatat 46.204 kematian pada hari Jumat (31/7). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan efek pandemi akan terasa selama beberapa dekade mendatang.
Dilansir di BBC, Sabtu (1/7) disebutkan, pemerintah daerah di Meksiko sebelumnya mengatakan mereka percaya jumlah sebenarnya infeksi kemungkinan akan secara signifikan lebih tinggi daripada yang dilaporkan.
Presiden Andrés Manuel López Obrador ingin memulai kembali ekonomi negara yang lesu, dengan mengumumkan rencana bertahap untuk mencabut karantina wilayah pada Mei.
Di ibu kota Mexico City, ratusan ribu pekerja pabrik kembali bekerja pada pertengahan Juni. Beberapa bisnis yang tidak penting kemudian diizinkan untuk dibuka kembali pada awal Juli di kota, pusat epidemi negara itu.
Tetapi para kritikus mengatakan Presiden Obrador lambat untuk memaksakan tindakan karantina wilayah dan telah mencabutnya terlalu cepat. Sebagian besar ekonomi Meksiko berhenti pada 23 Maret tetapi beberapa industri yang dinilai penting bagi ekonomi telah dibebaskan dari pembatasan.
Lebih dari 17,5 juta kasus virus corona telah dilaporkan di seluruh dunia, bersama dengan hampir 679 ribu kematian, menurut penghitungan oleh Universitas Johns Hopkins. AS telah mencatat setidaknya 153.415 kematian dan Brasil 92.475.
Beberapa negara telah berusaha untuk keluar dari karantina wilayah tetapi dalam banyak kasus kasus meningkat lagi. Negara-negara seperti Spanyol dan Inggris, sebagian memperkenalkan kembali pembatasan atau menunda rencana pelonggaran mereka.
Dengan kasus-kasus yang terus meningkat di seluruh dunia, kepala WHO Dr. Tedros Ghebreyesus menyebut pandemi sebagai krisis kesehatan sekali dalam seabad, yang dampaknya akan dirasakan selama beberapa dekade mendatang.
"Meskipun pengembangan vaksin terjadi dengan sangat cepat, kita harus belajar hidup dengan virus ini, dan kita harus berjuang dengan alat yang kita miliki," kata Tedros pada Jumat.