REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Perdana Menteri Tunisia Hichem Mechichi pada Senin (10/8) mengatakan ia akan membentuk pemerintahan yang seluruh kursi menterinya akan diisi oleh kalangan teknokrat.
Mechichi mengumumkan keputusan itu setelah partai-partai politik di Tunisia berebut pengaruh untuk turut andil membentuk pemerintahan baru. Keputusan Mechichi kemungkinan akan dilawan oleh Ennahda Party, partai politik berpaham Islam moderat yang menguasai sebagian besar kursi parlemen. Ennahda Party menyatakan pihaknya akan menolak rencana pemerintahan non-politis Mechichi.
Namun, usulan membentuk pemerintahan teknokrat yang independen akan mendapat dukungan dari serikat dagang UGTT dan beberapa partai politik lainnya, termasuk Yahya Tounes dan Dustoury el Hor. Mechichi mengatakan pemerintah akan fokus menyelesaikan masalah sosial dan krisis ekonomi. "Saat partai politik saling berseteru, banyak rakyat Tunisia yang tidak memiliki air untuk diminum," kata Mechichi.
Massa pada tahun ini turun ke jalan untuk memprotes tingkat pengangguran yang tinggi, kurangnya pembangunan, serta buruknya layanan kesehatan masyarakat, kelistrikan, dan persediaan air untuk masyarakat. Mechichi mengatakan salah satu prioritasnya adalah menyelamatkan keuangan negara. Mechichi diusulkan sebagai perdana menteri oleh Presiden Kais Saeid bulan lalu untuk menggantikan Elyes Fakhkafh,yang mengundurkan diri atas tuduhan terlibat konflik kepentingan pada beberapa proyek pemerintah.
Tunisia berusaha menghidupkan kembali perekonomiannya yang terpuruk sejak revolusi massa pada 2011. Aksi massa itu berhasil menumbangkan kekuasaan Zine El Abidine Ben Ali dan memicu gelombang protes di sejumlah negara-negara Arab, insiden yang kemudian dikenal dengan sebutan Arab Spring.
Pemerintah Tunisia bulan lalu mengatakan pihaknya telah meminta empat negara pemberi utang untuk menunda jadwal pembayaran. Pasalnya, perekonomian Tunisia terpuruk pada 2020 akibat Covid-19. Permintaan penundaan pembayaran utang menunjukkan betapa genting kondisi keuangan negara, meskipun isu itu telah jadi sumber kekhawatiran banyak pihak sebelum Covid-19 menyebabkan krisis ekonomi dunia.
Mechichi, 46, tokoh independen, pada Agustus harus sudah selesai membentuk pemerintahan yang didukung oleh mayoritas suara parlemen. Jika tidak, presiden akan membubarkan parlemen dan menggelar pemilihan umum baru.