REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pakar filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Oman Fathurahman, mengatakan dari penelusuran manuskrip tidak ditemukan jejak sejarah kesultanan Nusantara di Indonesia menggunakan sistem kekhalifahan layaknya Turki Utsmaniyah/Ottoman atau yang serupa.
"Kalau yang dimaksud jejak kesultanan Nusantara sebagai bagian khilafah itu jelas tidak. Saya kaji manuskrip, tidak mengindikasikan bahwa kesultanan di Nusantara bagian dari khilafah Utsmani," kata Oman dalam diskusi daringyang dipantau di Jakarta, Selasa (25/8).
Kendati begitu, dia mengatakan jika yang dimaksud terjadi hubungan diplomatik antara kesultanan Nusantara dengan kekhalifahan Turki Utsmani itu memang terjadi. Terdapat riwayat surat menyurat kenegaraan yang merupakan bukti kontak Nusantara dengan Utsmani.
Hal itu, kata dia, juga sama terjadi ada hubungan ukhuwah Islamiyah antara kerajaan di Indonesia dengan Utsmani, termasuk relasi para ulamanya. "Kalau ada kaitan dengan Utsmani itu tidak diragukan lagi jejak hubungan diplomatiknya," kata dia.
Oman mengatakan kesultanan Nusantara di masa lalu juga menjalin hubungan baik dengan Mesir dan negara-negara Timur Tengah. Begitu juga, terjadi relasi antara kesultanan-kesultanan Nusantara dengan kerajaan Eropa, seperti Banten dengan Inggris untuk kesepakatan suplai bantuan militer.
Adanya kontak dengan negara luar, kata dia, bukan berarti suatu kesultanan di Nusantara mengikuti suatu sistem tertentu dalam hal ini kekhlaifahan. Akan tetapi, kesultanan di Indonesia tersebut menjalankan sistem pemerintahannya sendiri.
Terkait kesultanan Aceh yang memiliki keterikatan hubungan erat dengan Turki Utsmani juga bukan merupakan bentuk keterikatan monarki di Nusantara saat itu menjadi bagian dari sistem kekhalifahan Utsmani.
Bahkan, kata Oman, Aceh yang saat itu mengajukan diri untuk menjadi negara vassal (bawahan) Turki Utsmani juga ditolak otoritas di Istanbul di abad 16. Turki saat itu merupakan salah satu negara yang kekuatan militernya diperhitungkan di kancah dunia sehingga akan strategis bagi Aceh untuk menjadi bagian dari kekhalifahan.
"Pada abad ke-19, Turki kembali ditagih agar menjadikan Aceh sebagai negara vassal, tapi Turki menolak. Untuk Aceh saja yang punya hubungan diplomatik kuat dengan Turki tidak bisa diklaim menjadi bagian vassal," kata dia.
"Salah satu alasan penolakan, karena Aceh terlampau jauh. Tidak ada keuntungan langsung yang bisa didapatkan pihak Turki saat itu. Itu alasan yang bisa dilihat dari kajian manuskrip," katanya.
Seiring dukungan Turki yang membantu Aceh melawan penjajah Belanda, Oman mengatakan Utsmani memang mengirim suplai bantuan militer karena semangat ukhuwah Islamiyah bukan karena upaya melindungi wilayah kekalifahan.