REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Amri Amrullah, Rr Laeny Sulistyawati
Kehidupan sudah dipaksa untuk berjalan normal meski Covid-19 belum ada obatnya. Di DKI Jakarta bioskop sudah akan kembali dibuka. Di Jatim, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan mantan Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf alias Gus Ipul akan menggelar konser New Normal.
Pakar epidemologi Universitas Airlangga (Unair) dr Windu Purnomo mempertanyakan esensi dari gelaran konser. Menurut Windu, kegiatan-kegiatan nonesensial, seperti konser dan lain sebagainya, sebaiknya tidak digelar di tengah pandemi Covid-19. Apalagi Kabupaten Pasuruan, tempat konser New Normal akan digelar, masih masuk dalam zona oranye peta penyebaran Covid-19.
Artinya risiko penularannya masih tinggi. Sehingga, kerumunan sekecil apa pun berpotensi menimbulkan penularan Covid-19.
"Jadi kegiatan-kegiatan yang non-esensial itu ya seharusnya tidak boleh dibuka, tidak boleh diaktifkan. Termasuk konser. Konser ini kan dampak ekonominya juga tidak tinggi, tapi risikonya besar karena dia menimbulkan kerumunan," ujar Windu dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis (27/8).
Menurut Windu, Khofifah tidak belajar dari pengalaman Pemkot Surabaya yang menggelar pentas seni di alun-alun Surabaya, beberapa hari lalu. Kegiatan yang digelar Pemkot Surabaya tersebut mendapat kritik pedas dari masyarakat, termasuk Satgas Covid-19 pusat.
"Sekarang Provinsi (Jatim) malah konser itu. Satgas pusat pun aneh membuka bioskop di DKI. Jadi semuanya ini aneh. Saya bingung dengan satgas-satgas ini baik pusat maupun daerah. Aneh semua," kata Windu.
Keputusan Khofifah untuk menyelenggarakan konser tersebut adalah keputusan yang aneh. Bagaimana tidak? Langkah tersebut disebutnya kontradiktif dengan upaya dan apa yang digembor-gemborkan Satgas Covid-19 Jatim dalam upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Windu menegaskan, cara untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 adalah dengan tidak menimbulkan kerumunan. "Jadi memang aneh ada kebijakan ada keputusan yang kontradiktif dengan konsep pemutusan rantai penularan Covid-19. Jelas Covid-19 ini kan tidak boleh ada kerumunan," kata Windu.
"Jelas itu kebijakan yang tidak tepat. Jadi hendaknya dipertimbangkan untuk ditunda," ujarnya.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah meminta Pemprov DKI Jakarta mempertimbangkan pembukaan kembali bioskop. "Belajar dari sejarah, satu orang bisa menularkan hingga 5 ribu orang di Korea Selatan (Korsel). Kemudian 2.500 bisa tertular virus ini dari satu orang di sebuah pertemuan reliji di Prancis," ujar Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban saat dihubungi Republika, Rabu (26/8).
Tak hanya itu, dia menyontohkan pertemuan Gowa, Sulawesi Selatan yang bisa membuat banyak orang tertular, bahkan sekolah Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat (Secapa AD) di Bandung, Jawa Barat bisa menularkan lebih dari 1.200 orang, dan beberapa pesantren. Artinya, ia menambahkan, itu sudah bukti sangat nyata kalau berkumpul sama-sama itu berbahaya apalagi dalam waktu yang lama.
Terkait janji pemprov DKI Jakarta yang menjalankan protokol kesehatan, Zubairi menegaskan kebijakan ini tetap berisiko. "Contohnya Secapa AD juga mencoba menerapkan protokol kesehatan, tetapi lebih dari 1.000 orang tertular di satu tempat. IDI minta dikaji lagi rencana itu," katanya.
Terkait pernyataan bioskop bisa meningkatkan imun daya tahan tubuh, ia memiliki jawaban. Menurutnya menonton film memang membuat penonton merasa senang. "Tetapi apakah bisa mencegah penularan virusnya? Tidak bisa," ujarnya.
Jika pemerintah tetap bersikeras menjalankan rencana ini, ia mengatakan itu memang terserah pemerintah. Padahal, ia menambahkan, mencegah lebih baik dibandingkan mengobati.
Terkait waktu yang tepat untuk kembali membuka bioskop, ia memperkirakan paling cepat akhir tahun apalagi kalau semua orang sudah divaksin. "Atau menunggu kasus berkurang, jumlah pasien Covid-19 semakin lama semakin sedikit, ruang rawat inap khusus Covid-19 semakin lama semakin kosong, dan ICU banyak yang kosong maka bisa melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB)," katanya.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan mantan Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul) sepakat menggelar konser musik dengan mendatangkan Ari Lasso. Khofifah mengaku, pergelaran konser nantinya dipastikan dengan format protokol kesehatan ketat seperti membatasi jumlah penonton, pembelian tiket daring, wajib bermasker hingga jaga jarak.
"Jadi ini bertahap, lalu bertingkat dan berlanjut. Penjualan tiketnya secara daring, kapasitas hanya 1.200 orang sampai 1.300 orang dari kapasitas normal mencapai 13 ribu orang dan digelar sore hari di alam terbuka," kata Khofifah.
Konser bertajuk ‘Era Normal Baru’ akan digelar di area wisata Pintu Langit Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, pada 12 September 2020. Wisata Pintu Langit adalah tempat pariwisata yang dikembangkan oleh Gus Ipul dan kawan-kawan setelah ia lepas dari jabatannya sebagai wakil Gubernur Jatim dua periode. Konser yang rencananya dihadiri Ari Lasso dan pedangdut Via Vallen tersebut adalah konser pertama secara langsung di Jatim, bahkan Indonesia setelah berbulan-bulan absen karena pandemi virus corona.
"Ini uji coba (konser musik) pertama (setelah pembatasan karena pandemi Covid-19) di Indonesia dan kebetulan Jatim dipercaya sebagai tempat penyelenggaraan,” kata Khofifah setelah menggelar pertemuan dengan Gus Ipul membahas konser tersebut.
Gus Ipul menuturkan, agar penerapan protokol kesehatan berjalan dengan baik, pihaknya menggandeng Kepolisian Daerah Jawa Timur dan institusi Tentara Nasional Indonesia dalam pertunjukan tersebut. Gus Ipul memastikan, Ari Lasso sudah terkonfirmasi akan datang dan tampil di konser tersebut.
"Sehingga orang bisa mendengarkan sajian musik, tetapi kesehatan tetap terjaga,” ucapnya.
Sementara rencana pembukaan bioskop di Jakarta disebut sudah melalui pertimbangan matang termasuk dari pakar kesehatan. Gubernur Anies Baswedan mengatakan, praktik pembukaan bioskop di Jakarta merujuk dari 47 negara di luar negeri yang juga sudah membuka bioskop.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani, namun menilai rencana pembukaan bioskop adalah kebijakan non-esensial. Gubernur Anies Baswedan dianggap mengabaikan realitas sosial di lapangan yang lebih membutuhkan bantuan bagi peserta didik dengan pembelajaran jauh dibandingkan bioskop.
Zita Anjani mengatakan ruangan tertutup seperti bioskop sejatinya sangat rawan sekali dengan risiko penularan virus corona. Ia mengatakan hal ini, karena banyak ahli epidemiologi mengungkapkan hal yang sama, ventilasi dan sirkulasi udara berperan dalam penularan Covid-19.
Menurut dia, belajar dari negara Inggris atau subtropis. Riset dari para ilmuwan mengindikasikan virus itu bisa hidup lebih lama dalam kondisi yang dingin, dan mudah menyebar. Bisa bertahan lebih lama diatas permukaan benda mati. Menempel di baju, jaket, ataupun topi, dan akan terhirup ketika kita melepas masker untuk aktivitas lain.
"Karena itu, Pak Anies yang saya hormati, ada hal yang lebih penting dari sekedar membuka bioskop, misalnya soal pengadaan Wifi di RT yang sangat membantu siswa dalam proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)," kata Zita, Kamis (27/8).
Zita mengaku cukup bingung kenapa di tengah pandemi yang belum selesai ini, justru bioskop yang dibuka. Sedangkan, kata dia, ribuan orang yang ia temui, tidak ada satupun yang mengeluh ingin nonton film di bioskop.
"Maunya pendidikan yang setara dan berkualitas. Setara yang bisa diakses semua kalangan. Pendidikan berkualitas tanpa diskriminasi, itu yang keluar dari mulut warga," terangnya.
Politikus PAN DKI ini berpesan, kalaupun Anies tetap ingin bioskop dibuka, tolong dipertimbangkan baik-baik dampaknya. "Kemudian, kita semua sudah melihat anak-anak kita tak bisa ke sekolah hampir 6 bulan. Semua menahan diri. Sulit belajar karena tidak punya akses, kenapa kita harus tega mengabaikan realitas sosial yang ada? Itu yang buat saya sedih," paparnya.
Perlu dicatat, pengunjung konser dan penonton bioskop mayoritas adalah anak muda. Dan kelompok muda ini tidak kebal dari Covid-19.
"(Anak muda kebal Covid-19) itu hoaks. Faktanya orang-orang yang terinfeksi Covid-19 adalah orang yang usianya masih produktif," ujar Anggota IDI sekaligus Junior Doctor Network (JDN) Vito A Damay, Rabu (26/8).
Faktanya, dia menambahkan, orang-orang usia produktif yang relatif muda, berusia sekitar 20 hingga 30-an yang paling banyak terinfeksi Covid-19. Ia menambahkan, anak-anak muda ini yang paling banyak berinteraksi dengan orang-orang di luar rumah, mulai dari harus pergi mencari nafkah, bertemu orang-orang baru, berinteraksi dengan partner kerja.
Tetapi kadang-kadang pemuda ini merasa masker mengganggu mulut saat berbicara dengan rekan kerjanya saat sedang bekerja lalu melepaskannya. Kendati demikian, ia menambahkan, terkadang pemberitaan menyebutkan kelompok yang rentan terinfeksi virus ini adalah orang-orang yang memiliki penyakit penyerta seperti penyakit jantung, hipertensi, atau berusia lanjut.
"Mereka (kelompok rentan) ketika terinfeksi virus memang bisa mengalami kondisi lebih berat. Tetapi risikonya sama dengan anak-anak muda bila tidak memperhatikan protokol kesehatan," katanya.
Karena itu, ia meminta usia muda berhati-hati. Jangan abai dan lalai mempraktikkan protokol kesehatan Covid-19.