REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amerika Serikat (AS) memveto resolusi Indonesia di Dewan Keamanan PBB yang bertujuan untuk mempersekusi, merehabilitasi, dan mengintegrasi pelaku terorisme. AS mengatakan resolusi itu tidak membahas bagian penting mengenai repatriasi pejuang asing ISIS dan keluarga mereka.
"Resolusi Indonesia di hadapan kami ini, yang harusnya memperkuat tindakan masyarakat internasional dalam kontra terorisme, lebih buruk dibandingkan tidak ada resolusi sama sekali," kata Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft seperti dilansir Deutsche Welle, Selasa (1/9).
Sebagai ketua Dewan Keamanan PBB pada bulan Agustus, Indonesia mengajukan resolusi ini. Hasil pemungutan suara menunjukan 14 negara mendukung resolusi tersebut dan AS memvetonya. "Resolusi ini bahkan gagal menyinggung pertama langkah yang sangat penting, repatriasi (pejuang asing) ke negara asal," kata Craft.
AS mendorong agar pejuang asing ISIS dipersekusi dan rehabilitasi di negara asal. Tapi negara-negara Eropa seperti Inggris dan Prancis tidak setuju karena khawatir ada penolakan keras dari masyarakat atau serangan terorisme di wilayah mereka.
Negara-negara Eropa juga menilai akan sulit mengumpulkan bukti kejahatan warga mereka yang berperang untuk ISIS di Irak dan Suriah. Sementara resolusi Indonesia menyebutkan 'anak-anak pejuang asing dipulangkan ke negara asal seperti yang seharusnya dan berdasarkan kasus per kasus'.
Setelah ISIS kehilangan banyak wilayah mereka di Suriah, pasukan Kurdish Syrian Democratic Forces (SDF) menawan ribuan pasukan asing di timur laut negara itu. Kamp-kamp yang didirikan SDF sebagian besar dihuni perempuan dan anak-anak.
PBB mengungkapkan keprihatinan mereka mengenai buruknya kondisi di kamp-kamp yang terkenal sangat kumuh dan padat itu. Pihak berwenang menyebut resolusi untuk mengatasi masalah pejuang asing dan keluarga mereka sangat penting untuk mencegah bangkitnya aktivitas terorisme.
"Kami menyesal resolusi ini tidak diadopsi. Kami bekerja sama erat dengan mitra internasional untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan pejuang asing pada kami," kata juru bicara Kantor Kementerian Luar negeri Inggris.