REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Perdana Menteri Palestina, Mohammad Shtayyeh, mengecam penerbangan komersial pertama dari Israel ke Uni Emirat Arab (UEA), Senin (31/8). Perjalanan tersebut dinilai sangat menyakitkan bagi warga Palestina.
"Sangat menyakitkan bagi kami hari ini ketika sebuah pesawat Israel mendarat di Emirates, dengan nama penerbangan 'Kiryat Gat'," kata Shtayyeh, seperti dilansir kantor berita Palestina WAFA.
Shtayyeh merujuk pada nama pemukiman yang dibangun di atas tanah Palestina yang diduduki di kota Fallujah. Wilayah itu merupakan tempat mantan Presiden Mesir, Gamal Abdel Nasser bersama pasukan militernya terkepung Israel.
Penerbangan tersebut, menurut Shtayyeh, merupakan bentuk pelanggaran yang jelas dan terang-terangan atas posisi Arab terhadap konflik Arab-Israel. "Pada kesempatan ini, kami salut dengan posisi beberapa negara Arab yang menentang normalisasi dengan Israel, yang membuat tur [Mike] Pompeo gagal mencapai tujuan yang diinginkan meskipun ada tekanan yang diberikan pada beberapa negara Arab," katanya.
"Kami berharap melihat pesawat Emirat mendarat di Yerusalem yang dibebaskan, tetapi kami hidup di era Arab yang sulit," kata Shtayyeh.
Hamas yang merupakan penguasa secara de facto di Jalur Gaza juga mengutuk UEA. Penerbangan menjadi tusukan bagi rakyat Palestina, perpanjangan pendudukan, dan pengkhianatan terhadap perlawanan. Pesawat itu membawa delegasi dari Israel dan Amerika Serikat, termasuk penasihat Gedung Putih dan menantu Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner.
Delegasi gabungan tersebut disambut di landasan oleh Menteri Luar Negeri Emirat, Anwar Gargash. Para pejabat yang ikut dalam kunjungan tersebut diharapkan menjajaki kerja sama bilateral di berbagai bidang seperti perdagangan dan pariwisata pada Senin.
Sementara Emirates telah menyatakan bahwa kesepakatan itu didasarkan atas kesepakatan Israel membekukan rencana untuk mencaplok sebagian besar Tepi Barat yang diduduki. Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, secara terbuka mengatakan bahwa aneksasi tetap akan terjadi.
UEA adalah negara Teluk pertama dan negara Arab ketiga yang menjalin hubungan formal dengan Israel. Dua negara Arab lainnya, Mesir dan Yordania, mencapai kesepakatan damai yang mensyaratkan penyerahan tanah yang direbut Israel dalam perang 1967.
Pemerintahan Trump telah berulang kali menyatakan harapannya bahwa akan lebih banyak negara Arab akan maju dan menormalkan hubungan. Sedangkan pejabat Israel secara terbuka menyebut Oman, Bahrain dan Sudan sebagai negara yang kemungkinan akan mengikuti langkah UEA. Dwina Agustin