REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diriwayatkan dalam kitab “Adabul-Mufrad Lil-Imam Al-Bukhari” dan juga Imam As-Suyuthi, yang dinukil oleh ulama kharismatik asal Yaman, Habib Umar bin Hafidz dalam salah satu ceramahnya. Dulu, ada seorang yang meminta-minta datang mengetuk pintu rumah Rasulullah. “Wahai Rasul, jika engkau berkenan aku ingin meminta sedekah darimu.” Rasulullah yang saat itu sedang bersama Aisyah r.a. bersabda, “Wahai Aisyah berikan jubah itu kepada orang itu”. Sayyidah ‘Aisyah pun melaksanakan perintah Rasul.
Dengan hati penuh rasa syukur, peminta itu menerima pemberian beliau. Ia segera bergegas menuju pasar dan berseru di keramaian, “Wahai manusia, siapakah di antara kalian yang mau membeli jubah Rasulullah?”
Karena menyebut nama Rasulullah, orang-orang pun cepat berkumpul. Semua ingin membelinya. Di pinggiran kerumunan itu, ada seorang kaya namun buta yang mendengar seruan tersebut. Ia lalu menyuruh budaknya agar membelinya dengan harga berapapun yang diminta. “Idzhab wa-hdhur al-‘abaa’ah mahmaa ghalaa tsamanuha”. Bahkan, si kaya itu berjajnji, “Jika kamu berhasil mendapatkannya, maka kamu akan kumerdekakan.”
Luar biasa. Dengan ijin Allah budak itu berhasil mendapatkannya. Diserahkan jubah itu pada majikannya yang buta tadi. Alangkah bahagianya si buta itu. Dengan memegang baju Rasulullah itu, orang buta tersebut kemudian berdoa, “Ya Rabb, bi haqqi Rasulillah shalallahu alaihi wa sallam wa barakati ‘abaa’atihi ath-thaahirah baina yadayya a‘id ilayya bashari (Ya Allah, kembalikanlah pandanganku ini dengan kemuliaan jubahnya Rasulullah SAW).” Ucapnya berdoa sambil mengusap-usap jubahnya Rasulullah SAW ke matanya yang buta itu. Subhanallah, dengan izin Allah si buta itu disembuhkan oleh Allah dan dapat melihat kembali.
Keesokan harinya, ia pergi menghadap Rasulullah dengan penuh rasa bahagia. “Ya Rasulullah, qad ‘aada bashari wa ilaikal-‘aba’ah hadiyah minni. “Wahai Rasulullah, pandanganku sudah kembali dan aku kembalikan baju Anda sebagai hadiah dariku.”
Sebelum orang itu menceritakan kejadiannya, Rasulullah tertawa hingga tampak gigi gerahamnya. Padahal, biasanya Rasulullah jarang sekali tertawa seperti itu. Kemudian Rasulullah bersabda kepada Aisyah, “Perhatikanlah jubah itu wahai Aisyah, dengan izin dan berkah dari Allah, ia telah mencukupi orang yang miskin, menyembuhkan yang buta, memerdekakan seorang budak dan kembali lagi kepada kita.”
Sedekah jubah yang dilakukan Rasulullah adalah energi yang disalurkan kepada si peminta. Energi itu memberi kesembuhan pada si kaya. Kemudian memerdekakan si budak dan kembali lagi kepada Rasulullah. Dalam hidup manusia, Tuhan adalah Pemilik Sumber Energi. Energi-Nya tidak memiliki stigma dan prasangka buruk terhadap manusia. Semua akan dibagikan sebanyak yang manusia inginkan dan semampu mereka menampungnya. Tidak ada anak emas, tidak ada anak tiri.
Para Nabi mendapat curahan energi lebih banyak, karena ia mampu menerimanya. Seandainya seluruh makhluk di alam semesta ini berlomba mendapatkan curahan energi-Nya, kata Jamil Az-Zaini, dosen Institut Pertanian Bogor dan juga seorang motivator inspiratif Sukses Mulia, energi itu tidak akan pernah habis, bahkan akan bertambah dan tidak akan berkurang sedikitpun. Allah akan terus-menerus menjadi sumber energi yang melimpah tiada henti. Menyalurkan berbagai bentuk energi positif kepada hamba-Nya. Hanya saja, sumber energi positif itu disalurkan melalui proses, yakni melalui “gardu-gardu perantara” (di dalamnya adalah manusia seperti kita) agar kita sanggup menerimanya.
Bagi manusia yang ingin mendapatkan limpahan energi positif dari Tuhan, jadilah “gardu perantara”. Caranya, jika limpahan energi itu ada pada diri kita, berbagi dan sebarkanlah energi itu kepada orang lain dan alam semesta. Semakin besar gardu energi yang kita siapkan, maka akan semakin besar pula energi yang bisa kita salurkan. Dan, semakin besar gardu energi kita, maka akan semakin dekat pula kita kepada Yang Maha Pencipta. Begitulah, energi positif itu sesungguhnya tidak akan pernah hilang, tapi ia selalu bermetamorfosis ke dalam bentuk-bentuk energi positif lainnya.
Dalam bahasa yang sering kita sampaikan, “Jika kalian bersyukur, maka Allah akan menambahkan nikmat-Nya kepada kalian.” Energi dan segala kebaikan yang ada pada kita itu sering disebut ‘rahmat”. “Dan tidaklah Aku mengutusmu, wahai Muhammad (dan tentu saja juga kita sebagai penebar kebaikan dari Rasulullah), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh sekalian alam semesta.” (QS. Al-Anbiya’: 107). Wallahu a’lamu.
Bahrus Surur-Iyunk, penulis buku-buku motivasi Islam, Guru SMA Muhamamdiyah I Sumenep.
https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/09/03/putaran-energi-positif-kebaikan/