Senin 07 Sep 2020 16:33 WIB

China Tolak Perbarui Izin Bekerja Wartawan AS

Wartawan AS hanya diberi izin sementara dengan tanda pengenal yang habis masa berlaku

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
China menolak untuk memperbarui tanda pengenal pers wartawan asal AS
Foto: Ajijakarta.org
China menolak untuk memperbarui tanda pengenal pers wartawan asal AS

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Otoritas China menolak untuk memperbarui tanda pengenal pers untuk tiga reporter yang bekerja di media Amerika Serikat (AS). Jurnalis dari Wall Street Journal, CNN, dan Getty Images tidak dapat memperpanjang tanda pangenal pers mereka karena ketegangan yang terjadi antara China dan AS.

Sebaliknya, para jurnalis tersebut diberikan sebuah surat yang memberikan izin sementara untuk menggunakan tanda pengenal pers yang telah habis masa berlakunya. Tanda pengenal pers tersebut biasanya berlaku selama satu tahun dan harus diperbarui.

Baca Juga

Para pejabat mengindikasikan bahwa masa depan kartu pers mereka akan bergantung pada apakah Gedung Putih mengizinkan jurnalis China untuk terus bekerja di AS. CNN mengatakan, korespondennya yang berbasis di Beijing, David Culver, seorang warga negara Amerika, diberitahu oleh pejabat Cina bahwa pembatasan itu merupakan "tindakan timbal balik" terhadap keputusan AS yang membatasi visa jurnalis China di AS.

"Namun, kehadiran kami di China tetap tidak berubah dan kami terus bekerja dengan otoritas lokal untuk memastikan hal itu berlanjut," kata CNN dalam sebuah pernyataan.

The Wall Street Journal melaporkan Jeremy Page, seorang reporter Inggris di biro Beijing juga terpengaruh oleh pembatasan tersebut. CNN dan Wall Street Journal mengatakan visa mereka bergantung pada validitas kartu pers. Sementara Getty Images menolak berkomentar tentang masalah ini.

China dan AS telah melakukan aksi saling balas dendam atas perlakuan terhadap jurnalis di kedua negara. Pada Maret, China mengusir puluhan jurnalis AS. Pengusiran itu dilakukan setelah Washington menyatakan bahwa media pemerintah China yang beroperasi di AS sebagai misi asing.

Kemudian pada Mei, pemerintahan Presiden Donald Trump membatasi visa tinggal reporter China yang bekerja di AS hingga tiga bulan. Visa mereka dilaporkan akan berakhir pada November. Sejak aksi saling balas dendam ini, pelaporan berita oleh koresponden asing di China semakin memburuk. Mereka tidak dibolehkan untuk melakukan wawancara dan kerap diikuti oleh intelijen keamanan.

Beberapa akademisi mengatakan, mereka harus mendapatkan proses persetujuan khusus untuk dapat melakukan wawancara dengan media asing. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying mengatakan, masalah media antara AS dan China adalah salah satu yang lahir dari "mentalitas Perang Dingin".

"Jika AS terus bergerak ke jalur yang salah, China tidak punya pilihan selain mengambil tindakan balasan yang dapat dibenarkan dan diperlukan untuk dengan tegas menegakkan hak-haknya yang sah," kata Hua. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement