REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES — Virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan penyakit Covid-19 pertama kali dikonfirmasi keberadaannya di Wuhan, China pada Desember 2019. Negara-negara lainnya kemudian mengetahui wabah menyebar pada awal tahun ini, tak terkecuali Amerika Serikat (AS).
Namun, dalam sebuah studi yang dilakukan University of California, Los Angeles dan Washington University, SARS-CoV-2 mungkin telah berada di Los Angeles, salah satu kota di Kalifornia, AS sebelum 25 Desember 2019 atau pertengahan bulan tersebut tahun lalu. Dilaporkan bahwa tim peneliti menemukan lonjakan pasien yang mengalami gagal pernapasan akut dan batuk di rumah sakit dan klinik UCLA Health sekitar akhir Desember 2019.
Temuan yang diterbitkan dalam sebuah laporan di Journal of Medical Internet Research menunjukkan bahwa virus corona tipe baru mungkin telah muncul di Los Angeles beberapa bulan sebelum kasus Covid-19 pertama secara resmi diidentifikasi. Tim peneliti menganalisis lebih dari 10 juta catatan rawat jalan Sistem Kesehatan UCLA, departemen gawat darurat, dan fasilitas rumah sakit antara 1 Desember 2019 dan 29 Februari, atau beberapa bulan sebelum SARS-CoV-2 disadari telah memasuki AS.
Studi menemukan pasien yang mencari pengobatan untuk batuk di klinik rawat jalan meningkat lebih dari 50 persen dan melebihi jumlah rata-rata kunjungan untuk keluhan yang sama selama lima tahun sebelumnya, yaitu lebih dari 1.000. Laporan yang dipublikasikan juga mencatat peningkatan pasien yang terlihat di unit gawat darurat untuk keluhan batuk dan gagal napas akut.
"Jumlah pasien dengan keluhan dan penyakit pernapasan yang secara signifikan lebih tinggi mulai akhir Desember 2019 dan berlanjut hingga Februari 2020 menunjukkan penyebaran SARS-CoV-2 di komunitas sebelum kesadaran klinis dan kemampuan pengujian yang mapan,” tulis pernyataan dalam studi tersebut, dilansir Fox News, Jumat (11/9).
Tim peneliti juga mengatakan, analisis mereka menunjukkan pentingnya pemantauan catatan kesehatan elektronik (EHR) untuk mengidentifikasi perubahan populasi. Ini memberikan contoh kasus tentang bagaimana analisis sistem kesehatan yang dikombinasikan dengan data EHR dapat memberikan alat yang kuat dan gesit untuk mengidentifikasi ketika tren masa depan dalam populasi pasien berada di luar rentang yang diharapkan.
Rekan penulis studi tersebut, Michael Pfeffer, kepala petugas informasi untuk UCLA Health mengatakan, dalam teknologi, termasuk kecerdasan buatan yang didukung oleh pembelajaran mesin, memiliki potensi lebih lanjut untuk mengidentifikasi dan melacak perubahan yang tidak teratur dalam data kesehatan, termasuk ekses yang signifikan, pasien dengan gejala jenis penyakit tertentu dalam beberapa pekan atau bulan sebelum wabah.
Dengan berfokus tidak hanya pada data dari rumah sakit tetapi juga dari pengaturan rawat jalan, para peneliti mengatakan itu dapat membantu ahli epidemiologi dan sistem kesehatan untuk mendeteksi epidemi di masa depan lebih cepat. Penulis utama studi, Joann Elmore, seorang profesor kedokteran di divisi penyakit dalam umum dan penelitian layanan kesehatan di David Geffen School of Medicine di UCLA mengatakan, untuk banyak penyakit, data dari pengaturan rawat jalan dapat memberikan peringatan dini kepada unit gawat darurat dan unit perawatan intensif rumah sakit tentang apa yang akan terjadi ke depan.
"Kami mungkin tidak pernah benar-benar tahu apakah kelebihan pasien ini mewakili kasus Covid-19 dini dan tidak terdeteksi di wilayah kami,” jelas Elmore.
Lebih lanjut, Elmore mengatakan, pelajaran yang didapat dari pandemi ini, dipasangkan dengan analitik perawatan kesehatan yang memungkinkan pengawasan penyakit dan gejala secara waktu nyata berpotensi membantu peneliti mengidentifikasi dan melacak wabah yang muncul. Termasuk pula potensi epidemi di masa depan.