REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Para pengunjuk rasa berkumpul di Bangkok untuk unjuk rasa paling ambisius sejauh ini dalam kampanye pro-demokrasi pada Sabtu (19/9). Pergerakan ini telah mengguncang pemerintah dan lembaga konservatif Thailand selama beberapa bulan belakangan.
Penyelenggara memperkirakan sebanyak 50 ribu orang akan muncul dan berbaris selama dua hari di daerah ibu kota yang secara historis terkait dengan protes politik. Diperkirakan 10 ribu orang menghadiri rapat umum besar terakhir pada 16 Agustus. Kali ini, partai politik oposisi diharapkan bergabung dan memobilisasi pendukung dari provinsi lain.
Para pengunjuk rasa mengabaikan permohonan dari Perdana Menteri, Prayuth Chan-ocha, untuk membatalkan acara tersebut pada Kamis (17/9). Dia menyatakan, unjuk rasa itu akan berisiko menyebarkan virus corona dan menggagalkan pemulihan ekonomi yang terpukul.
Sekitar 8.000 polisi dilaporkan dikerahkan untuk protes akhir pekan dan kemungkinan konfrontasi tampak tinggi. Penyelenggara protes telah mengatakan bahwa akan menggunakan Thammasat University dan lapangan Sanam Luang sebagai tempat unjuk rasa, meski izin untuk melakukannya telah ditolak.