REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Laporan keamanan digital terbaru menyebutkan hacker yang terafiliasi dengan pemerintah Iran bisa membajak Telegram dan WhatsApp. Padahal, kedua aplikasi itu menggunakan sistem perpesanan terenkripsi.
Laporan keamanan digital itu merupakan hasil kerja perusahaan keamanan siber Check Point Software Technologies dan organisasi Miaan Group. Disebutkan, bahwa operasi pembajakan hacker Iran bisa mencakup target luas atau menyasar minoritas etnis dan agama.
Bahkan, tak menutup kemungkinan aksi hacker Iran menyasar aktivis anti pemerintah di dalam dan luar negeri. Apalagi, masyarakat awam tak luput dari pembajakan.
"Perilaku Iran di dunia internet, dari mulai penyensoran sampai pembajakan telah menjadi lebih agresif dari sebelumnya," kata Direktur Hak Digital dan Keamanan Miaan Group Amir Rashidi dilansir dari Arab News pada Ahad (20/9).
Para hacker Iran biasanya menggunakan malware yang disembunyikan seolah sebagai aplikasi Android. Cara semacam itu terbukti ampuh menjebol layanan pesan terenkripsi. Para hacker pun lantas bisa memasuki ponsel dan perangkat kompeter target yang dikira aman.
Laporan ini baru saja diluncurkan menyusul Amerika Serikat yang mewanti-wanti Iran agar tak ikut campur dalam Pemilihan Presiden pada November mendatang. Amerika mengkhawatirkan Iran yang bisa saja melakukan sabosate siber.