Senin 28 Sep 2020 15:29 WIB

Islam di Armenia, Minoritas yang Semakin Menyusut

Umat Islam di Armenia terus mengalami penyusutan dari masa ke masa.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Umat Islam di Armenia terus mengalami penyusutan dari masa ke masa.  Ilustrasi umat Islam.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Umat Islam di Armenia terus mengalami penyusutan dari masa ke masa. Ilustrasi umat Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN – Fakta yang sering dilupakan di negera ini terdapat kurang dari satu persen orang Armenia saat ini diidentifikasi sebagai Muslim. Armenia merupakan negara minoritas Muslim.   

Sejak Armenia merdeka pada 1991, mayoritas Muslim yang masih tinggal di negara itu adalah penduduk sementara dari Iran dan negara lain. Pada tahun 2009, Pusat Penelitian Pew memperkirakan bahwa 0,03 persen, atau sekitar 1.000 orang, adalah Muslim, dari total populasi 2.975.000 jiwa.  Sensus penduduk yang dilakukan pada tahun 2011 menghitung 812 Muslim di Armenia.  

Baca Juga

Menurut data dari Library of Congress, jumlah muslimin sekitar 4 persen dari populasi. Namun angka ini dihitung dari jumlah etnis Kurdi dan Azeris yang ada di Armenia. Adapun menurut laman muslim population, muslim Armenia menempati 3 persen dari total populasi. 

Dalam sejarah, Armenia memang salah satu wilayah yang menjadi dakwah Kristen awal. Negara seluas 29,743 kilometer persegi tersebut memiliki tradisi Gereja Armenia yang lahir sejak abad pertama masehi. Tak heran jika saat ini lebih dari 93 persen warganya menganut agama Kristen, lebih khusus Gereja Apostolic Armenia. Bahkan hingga kini, Armenian (orang Armenia) selalu diidentikkan dengan Kristen. 

Hanya dengan memahami hubungan historis yang lebih luas antara Armenia dan Islam, kita dapat mulai memahami hubungan diplomatik Armenia dengan dunia Muslim yang lebih luas saat ini  

Salah satu sejarah awal Islam di Armenia adalah masuknya ajaran Islam Nabi Muhammad yang ditulis sejarawan Sebeos Armenia di abad ketujuh. Dia menyebut seorang putra Ismail yang bernama Mahmet. 

Selain itu, banyak posisi penting Armenia yang menduduki kekuasaan di Kekaisaran Islam awal, termasuk Badr al-Jamali, seorang negarawan dan wazir terkemuka (setara dengan Perdana Menteri) di Dinasti Fatimiyah Syiah yang kuat (yang menguasai sebagian besar zaman modern Mesir dan Afrika Utara).  

Selain itu, wilayah Armenia modern, yang terletak di jantung Kaukus, ditaklukkan sejumlah kerajaan, dinasti dan pemerintahan Muslim, termasuk Safawi Iran, Ottoman Turki, dan Asia Tengah Timurid. Pengalaman masa lalu ini menggambarkan tidak hanya kedalaman geografis, tetapi juga hubungan Armenia dengan Islam. 

Meskipun demikian, hubungan Armenia dengan negara-negara Muslim di abad ke-20 telah ditandai dengan konflik yang sering, perselisihan, dan ketidakpercayaan. Setelah pecahnya Uni Soviet, Armenia terlibat dalam konflik berkepanjangan dengan tetangganya yang mayoritas Muslim, Azerbaijan, atas wilayah sengketa Nargono-Karabkh.  

Armenia juga sering menyebut Gunung Ararat (saat ini di Turki) sebagai monumen simbolis bagi rakyat Armenia. Meskipun Armenia belum secara resmi mengklaim wilayah tersebut, tetapi diyakini  beberapa orang sebagai situs bahtera Nuh menurut Alkitab. Namun pandangan romantisnya tentang Ararat sebagai tanah air bagi orang-orang Armenia tidak banyak membantu meningkatkan hubungannya dengan Ankara.  

Beberapa bulan lalu para pejabat Iran berbicara tentang hubungan diplomatik positif antara Teheran dan Yerevan. Komentar ini mengikuti kunjungan Presiden Iran, Hassan Rouhani ke Armenia tahun lalu, di mana dia menghadiri pertemuan Uni Eurasia, blok ekonomi yang anggotanya termasuk Rusia, Belarusia, Kazakhstan, Armenia dan Kyrgyzstan.  

Pemblokiran tersebut dipandang beberapa orang sebagai upaya Rusia untuk membatasi pengaruh ekonomi Tiongkok di Asia Tengah dan Barat. Iran dan Uni menandatangani perjanjian perdagangan bebas akhir tahun lalu, memperkuat perdagangan Iran dengan negara-negara anggota, termasuk Armenia. 

Diperkirakan volume perdagangan Iran dengan blok tersebut telah melebihi 1,39 miliar dolar AS sejak perjanjian diimplementasikan. Lebih jauh, hubungan Iran dengan Rusia didokumentasikan dengan baik dan hubungan dekat Teheran dengan Armenia terus memperkuat poros Iran-Armenia-Rusia.  

Sementara Iran tetap menjadi salah satu sekutu terdekat Armenia di dunia Muslim, ada juga negara mayoritas Muslim lainnya yang dapat dituju Armenia. Akhir tahun lalu, Pemerintah Sementara Libya (yang mengontrol sebagian besar wilayah Libya di luar kota pesisir Tripoli dan Misrata) mengakui Genosida Armenia . 

Tahun lalu, Armenia mengumumkan akan membuka kedutaan besar di Israel dan ini sepertinya tidak akan menyenangkan Presiden Rouhani atau pemimpin agama Ayatollah Khamenei. Hubungan Iran-Armenia juga menghambat posisi Iran di dunia Muslim.   

Sementara Iran memiliki pengaruh yang signifikan di negara-negara dengan populasi Syiah yang signifikan (termasuk Bahrain, Yaman, Suriah dan Lebanon), hubungan dekatnya dengan Armenia, negara yang terlibat dalam konflik dua dekade dengan Azerbaijan yang mayoritas Syiah, tidak sedikit untuk meningkatkan citra Iran di antara sesama penganut agama. 

Tidak ada diskusi tentang hubungan Armenia dengan negara-negara Muslim yang akan lengkap tanpa komentar lebih lanjut tentang Nagorno Karabakh. Awal Juni 2020, Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengumumkan berhak menggunakan kekuatan untuk merebut kembali wilayah yang disengketakan itu.  

Kedua negara juga terlibat dalam pertengkaran diplomatik lainnya dengan masing-masing menuduh satu sama lain bekerja sama dengan Nazi selama Perang Dunia Kedua. Selain itu, kunjungan lanjutan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan ke wilayah yang disengketakan tidak banyak membantu meredakan ketegangan antara Baku dan Yerevan. 

Hubungan Armenia yang sudah berabad-abad lamanya dengan Iran sangat dipengaruhi ikatan budaya, geografis, dan sejarahnya dengan banyak dinasti Iran dan Islam.  

Mungkin baik Armenia dan negara mayoritas Muslim harus berbuat lebih banyak untuk mengingat masa lalu dan menggunakannya untuk membentuk masa depan mereka. Jika mereka melakukannya, Masjid Biru di Yerevan tidak akan lagi menjadi peninggalan era kerjasama antara Armenia dan Islam.n Ratna Ajeng Tejomukti 

Sejumlah besar masjid didirikan di Armenia bersejarah selama periode kuno, Abad Pertengahan, dan zaman modern, meskipun bukan hal yang aneh jika Armenia dan gereja Kristen lainnya diubah menjadi masjid, seperti yang terjadi, misalnya, pada Katedral Kars.

Di wilayah republik Armenia modern, hanya satu masjid, yaitu Masjid Biru, yang bertahan hingga hari ini. Masjid ini terletak di kota tua, diapit menara yang menjulang tinggi dan dihiasi dengan kubah biru besar yang berada di atas ruang sholat utama.   

Tidak seperti namanya yang lebih terkenal di Istanbul, Masjid Biru di Yerevan hanya mendapat sedikit perhatian. Meskipun demikian, bangunan tersebut berdiri sebagai bukti hubungan Armenia dengan dunia Muslim.  

Dibangun pada abad ke-18 oleh Huseyin Ali Khan Iran, itu mengingatkan kita pada hubungan budaya yang mendalam antara Armenia dan dunia Muslim. Masjid Biru di Yerevan, tidak aktif pada masa Soviet dan dipulihkan sebagai landmark arsitektur pada 1990-an setelah kemerdekaan dipulihkan.   

Kebanyakan orang yang beribadah di masjid abad ke-18 ini adalah turis atau pegawai kedutaan dari negara Muslim. Selain itu, ini adalah masjid Syiah dan mullahnya adalah orang Iran, yang mengesampingkan kemungkinan Sunni berakar di sana dan ini akan menjadi kasus bahkan jika memiliki jamaah reguler. 

Sumber: https://moderndiplomacy.eu/2020/06/12/armenia-and-islam-how-armenias-historical-connections-with-islam-can-shape-its-diplomacy-today/

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement