Senin 28 Sep 2020 16:00 WIB

Jenderal Napoleon Tolak Tuduhan Terima Suap Djoko Tjandra

Jenderal Napoleon tolak tuduhan Polri telah menerima suap dari Djoko Tjandra.

Rep: Bambang Noroyono  / Red: Bayu Hermawan
Irjen Napoleon Bonaparte (tengah) usai sidang praperadilan di PN Jaksel, Senin (28/9)
Foto: Bambang Noroyono
Irjen Napoleon Bonaparte (tengah) usai sidang praperadilan di PN Jaksel, Senin (28/9)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Irjen Napoleon Bonaparte tetap menolak tuduhan menerima uang suap senilai 20 ribu dolar AS (Rp 296 juta) dan gratifikasi terkait penghapusan red notice terpidana kasus korupsi Djoko Sugiarto Tjandra. Mantan Kadiv Hubinter Mabes Polri tersebut kembali meminta kepolisian menghentikan penyidikan terhadapnya. 

Napoleon juga mendesak kepolisian mencabut penetapan tersangka dan pencekalan terhadapnya. Napoleon mempertanyakan keabsahan proses penyidikan, dan alat bukti yang menjadi dasar penyidikan saat penetapannya sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. 

Baca Juga

Napoleon menegaskan, ada beberapa proses yang cacat, pun tuduhan yang tak mendasar terhadapnya. Terutama kata Napoleon, menyangkut soal penerimaan uang dari Djoko Tjandra lewat perantara Tommi Sumardi yang saat ini juga berstatus tersangka di Bareskrim Polri. 

"20 ribu dolar itu, saya enggak tahu dari siapa itu. Dan bilangnya, saya yang terima uang. Dari mana? Tidak tahu saya. Itu saja," tegas Napoleon usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin, (28/9). 

Praperadilan ajuan Napoleon kali ini (28/9), merupakan sidang lanjutan yang kedua. Pekan lalu, Senin (21/9), sidang pembacaan permohonan terpaksa ditunda karena pihak kepolisian, sebagai termohon mangkir.

Persidangan kedua kali ini, para pihak hadir. Napoleon kembali datang sebagai termohon. Seperti pekan lalu, pada persidangan kali ini, Napoleon datang dengan pakaian dinas kepolisian lengkap dengan atribut perwira tinggi kepolisian berbintang dua. Ia datang sekitar pukul 10.30 WIB ditemani sejumlah ajudan. Bersama dirinya, tiga anggota kuasa hukum ikut mendampingi. Sementara dari pihak kepolisian, tiga tim hukum Bareskrim Polri hadir mewakili pihak termohon.

Selain menyoroti soal bukti penerimaan uang, Napoleon, dalam memori gugatannya, juga mempertanyakan soal alat bukti rekaman cctv yang pernah ditunjukkan penyidik terkait pertemuannya dengan orang suruhan Djoko Tjandra, yakni Tommi Sumardi. Kata Napoleon, rekaman cctv tersebut, selama ini dijadikan salah satu alat bukti terkait dugaan pertemuannya dengan pemberi uang. Akan tetapi, kata Napoleon, bukti rekaman cctv tersebut, manipulatif.    

"Rekaman CCTV yang diajukan itu tidak ada," kata Napoleon. 

Napoleon menerangkan, rekaman cctv yang dipublikasikan kepolisian kepada publik selama ini, tak ada kaitannya dengan dirinya. Sebab kata dia, rekaman cctv tersebut, hasil dokumentasi terkait aktivitas di lantai 1 Mabes Polri. Sementara kata Napoleon, ruang kerjanya berada di lantai 11.  

"Gedung TNCC itu ada 12 lantai. Saya di lantai 11," ujarnya Napoleon. 

Di lantai tempat ia berkantor setiap hari, kata dia, ada lebih dari 30 petinggi kepolisian berpangkat jenderal.  "Jadi kalau dikatakan selama ini dibilang ada ketemu saya, dari mana?," ucapnya lagi. 

Meskipun tetap mengaku tak menerima uang, pun tak merasa pernah bertemu dengan utusan Djoko Tjandra, Napoleon menegaskan, penyidik di Bareskrim Polri, tak punya alat bukti, dan dasar penyidikan yang konkrit terkait kasus yang menjeratnya. Itu mengapa, Napoleon meminta hakim menerima gugatan praredilannya, dan memutuskan penyidikan terhadapnya tak sah.

"Bukan saya yang salah. Tetapi, saya juga tidak dalam kapasitas menentukan siapa yang salah siapa yang benar. Saya hanya mengajukan hak-hak hukum saya sebagai warga negara," kata Napoleon. 

Terkait dugaan penerimaan 20 ribu dolar yang dikatakan dari Djoko Tjandra lewat Tommi Sumardi, kordinator pengacara Napoleon, Gunawan Raka menegaskan, uang tersebut sebetulnya tak terang peruntukannya untuk siapa. 

Gunawan juga mengatakan, jika uang tersebut dijadikan alat bukti terhadap kliennya, ada tersangka lain yang juga dituduh kasus serupa. Karena itu, menurut Gunawan, penyidik tak punya dasar pembuktian yang terang dalam penetapan Napoleon sebagai tersangka. 

"Uang tersebut, sebenarnya adalah uang yang disita dari tersangka lain. Dan tidak pernah dikonfirmasikan, apalagi diperlihatkan pihak kepolisian kepada pemohon (Napoleon) saat penyidikan," jelas Gunawan. 

Para pengacara, pun mempertanyakan pernyataan Karo Penmas Polri Brigjen Awi Setiyono yang pernah menyatakan Napoleon mengakui menerima pemberian uang tersebut. "Pernyataan kepolisian tersebut, merupakan tindakan yang melanggar asas presumption of innocence dan sangat prematur," katanya.

Terkait gugatan praperadilan tersebut, pihak kepolisian belum siap untuk menjawab memori gugatan. Akan tetapi, saat sidang, kepolisian menjanjikan kepada Hakim Suharsono, sebagai pengadil tunggal untuk menyampaikan jawaban atas memori gugatan Napoleon, pada sidang lanjutan ketiga, Selasa (29/9). Hakim Suharsono, pun memastikan sidang praperadilan, akan berlanjut sepanjang pekan ini, sampai pada keputusan yang diagendakan pada Selasa (6/10) mendatang.

Irjen Napoleon, salah satu dari lima tersangka dalam skandal Djoko Tjandra yang sedang diselidiki Bareskrim Polri. Terkait Napoleon, Bareskrim menuduhnya menerima uang, dan janji terkait proses, dan penghapusan rednotice atau status buronan Djoko Tjandra di daftar DPO Interpol, dan Imigrasi. Djoko Tjandra, adalah terpidana korupsi Bank Bali 1999 yang pernah buron selama 11 tahun sejak 2009, namun berhasil masuk ke Indonesia pada Mei-Juni 2020, tanpa tertangkap.

Pemberian uang dari Djoko Tjandra tersebut, dikatakan melalui perantara pengusaha Tommi Sumardi. Selain Napoleon, dalam kasus yang sama, Bareskrim Polri juga menetapkan Brigjen Prasetijo Utomo sebagai tersangka. Khusus tersangka Prasetijo, kepolisian juga menetapkannya sebagai tersangka terkait pembuatan dokumen, dan surat palsu kepada Djoko Tjandra saat masuk ke Indonesia. Dalam kasus tersebut, Bareskrim Polri juga menetapkan pengacara Anita Dewi Kolopaking sebagai tersangka yang sama.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement