REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengatakan, klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja, telah selesai dibahas. Dia meyakini, RUU ini dapat dirampungkan pada penghujung masa sidang V DPR tahun 2020-2021 atau 8 Oktober mendatang.
“Diagendakan pada masa sidang terakhir, Insya Allah (8 Oktober disahkan),” ujar Firman saat dikonfirmasi, Selasa (29/9).
Jika RUU Cipta Kerja sudah disahkan menjadi undang-undang, dia yakin, hal tersebut dapat memberikan kepastian hukum kepada semua pihak. Serta mendongkrak ekonomi Indonesia, khususnya saat pandemi Covid-19 saat ini.
“Tujuannya kami supaya ekonomi bergerak dan tidak ada PHK (pemutusan hubungan kerja) besar-besaran,” ujar politikus Partai Golkar itu.
Dalam rapat pembahasan klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja pada Jumat (25/9) malam, permasalahan ketenagakerjaan merupakan persoalan buruh dan pengusaha. Sehingga, diperlukan regulasi yang sama-sama menguntungkan dan tak merugikan kedua pihak tersebut.
Pemerintah juga dinilainya sudah mengkaji secara mendalam perihal dimasukkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ke dalam RUU Cipta Kerja. “Tidak ada alasan UU 13/2003 untuk didrop. Masalahnya bukan hanya upah, tapi ada alasan-alasan lain. Mari kita sebagai anggota DPR berjiwa besar, berjiwa negarawan, bukan karena ada desakan sana-sini,” ujar Firman.
Meski menuai kontroversi, klaster Ketenagakerjaan tetap masuk dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker). Bahkan, klaster tersebut dinyatakan telah selesai dibahas.
Masuknya klaster ketenagakerjaan dipastikan setelah Panitia Kerja (Panja RUU) Cipta Kerja di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI membahas klaster itu selama tiga hari pada akhir pekan lalu, yakni sejak 25 hingga 27 September. "Selesailah klaster ketanagakerjaan, dengan beberapa perubahan dan kesepakatan yang kita ambil pada malam hari ini," kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas dalam rapat pembahasan klaster ketenagakerjaan sebagaimana ditayangkan oleh kanal Youtube resmi DPR RI.