Kamis 01 Oct 2020 15:15 WIB

Putin dan Macron Desak Armenia-Azerbaijan Gencatan Senjata

Azerbaijan dan Armenia menyatakan akan terus bertempur

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
 Presiden Vladimir Putin
Foto: AP/Alexei Druzhinin/Pool Sputnik Kremlin
Presiden Vladimir Putin

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Prancis Emmanuel Macron menyerukan gencatan senjata segera antara pasukan Armenia di Nagorno-Karabakh dan Azerbaijan. Jumlah korban tewas resmi melampaui 100 orang dan kedua pihak mengatakan, mereka akan terus bertempur.

"Vladimir Putin dan Emmanuel Macron meminta pihak yang bertikai untuk menghentikan tembakan sepenuhnya dan secepat mungkin, mengurangi ketegangan dan menunjukkan pengendalian maksimum," kata Kremlin dalam sebuah pernyataan dikutip laman Aljazirah, Kamis (1/10) pagi waktu setempat.

Baca Juga

Dalam percakapan telepon yang muncul atas inisiatif Macron, kedua pemimpin tersebut membahas parameter nyata dari kerja sama lebih lanjut, pertama dan terutama dalam kerangka OSCE Minsk Group. Para pemimpin menyatakan kesiapan untuk melihat pernyataan yang dibuat atas nama ketua bersama Grup Minsk (Rusia, Prancis, dan Amerika Serikat) yang akan menyerukan diakhirinya pertempuran dengan segera dan memulai pembicaraan.

Pada Kamis, kantor kejaksaan umum Azerbaijan mengatakan, penembakan Armenia menewaskan seorang warga sipil di kota Terter. Selain itu, pihaknya juga merusak parah stasiun kereta di sana.

Kedua belah pihak terlibat dalam pertempuran terberat selama bertahun-tahun di Karabakh, provinsi etnis Armenia yang memisahkan diri dari Azerbaijan pada 1990-an ketika Uni Soviet runtuh. Sejauh ini, Armenia dan Azerbaijan telah menolak seruan internasional untuk negosiasi.

Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev berjanji militernya akan terus bertempur sampai pasukan Armenia ditarik sepenuhnya dari Karabakh. "Jika pemerintah Armenia memenuhi permintaan tersebut, pertempuran dan pertumpahan darah akan berakhir, dan perdamaian akan dibangun di wilayah tersebut," katanya saat mengunjungi tentara yang terluka pada Rabu.

Sementara itu, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengatakan, bahwa tidak sangat tepat untuk berbicara tentang negosiasi pada saat permusuhan intensif. Di ibu kota Armenia, Yerevan, puluhan pria berkumpul di luar kantor perekrutan untuk bergabung dalam pertempuran.

Pemimpin Karabakh Arayik Harutyunyan mengatakan, dirinya bersiap untuk perang. "Kami perlu bersiap untuk perang jangka panjang," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement