REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebutkan, kontroversi yang muncul setiap kali penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) adalah hal biasa. Setiap ada penyelenggaraan pilkada, kata ia selalu ada kontroversi.
"Misalnya, kontroversi persyaratan, dulu kontroversi bisa calon independen atau tidak, sebaiknya parpol dibatasi mendukung calon, dan sebagainya. Selalu terjadi kontroversi," katanya, di Jakarta, Kamis (1/10).
Demikian pula pada pilkada tahun ini, kata Mahfud, muncul kontroversi. Terutama yang paling hangat adalah mengenai pilkada di tengah situasi pandemi Covid-19.
Sebagian masyarakat, kata dia, menginginkan penyelenggaraan pilkada yang sudah dijadwalkan pada 9 Desember 2020 ditunda. Sementara sebagian lainnya meminta pilkada tetap sesuai jadwal.
"Pada akhirnya, keputusan harus diambil. Pasti ada yang setuju, ada yg tidak setuju. Itu biasa. Tidak pernah dalam satu momen pilkada tidak terjadi kontroversi. Jangankan di tingkat nasional, daerah pun muncul kontroversi," katanya.
Mahfud menyampaikan, setidaknya ada dua pertimbangan pilkada tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020, yakni tidak ada yang bisa memastikan kapan berakhirnya Covid-19 jika pilkada kembali ditunda.
Sebenarnya, kata dia, pilkada yang dijadwalkan pada 9 Desember 2020 juga telah mengalami penundaan karena sebelumnya telah dijadwalkan pada 23 September 2020.
Kedua, kata Mahfud, jika pilkada ditunda, sebanyak 270 kepala daerah akan dijabat oleh pelaksana tugas (Plt) yang tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan kebijakan yang bersifat strategis. Sedangkan dalam situasi sekarang di tengah pandemi Covid-19, kata dia, kebijakan-kebijakan strategis yang berimplikasi pada penggerakan birokrasi dan sumber daya lain seperti dana itu memerlukan pengambilan keputusan dan langkah-langkah yang sifatnya strategis.
Karena itu, Mahfud mengatakan, pemerintah bersama DPR memutuskan pilkada tetap digelar 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan untuk penanggulangan Covid-19 secara ketat.
"Protokol kesehatan paling tidak dianggap sebagai vaksin sementara, sebelum ditemukan vaksin yang obat. Apa itu? Masker. Vaksin kan untuk menghindari penyakit. Kemudian, cuci tangan dengan sabun dan jaga jarak," katanya.