REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tiba-tiba kembali mengusulkan agar besaran pesangon untuk pekerja yang di-PHK kembali diubah. Padahal, dalam rapat panja pekan lalu disepakati bahwa besaran pesangon yang diterima buruh maksimal 32 kali gaji, dengan komposisi 23 gaji dari pemberi kerja dan 9 kali gaji dari pemerintah.
Jumlah besaran itu sesuai dengan UU eksisting yakni UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kini, pemerintah mengusulkan untuk diubah menjadi maksimal 25 kali, dengan komposisi 19 kali gaji dari pemberi kerja, dan 6 kali gaji dari pemerintah melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
"Dalam perkembangan bahwa dan memperhatikan kondisi saat ini terutama dampak pandemi Covid-19 maka beban tersebut diperhitungkan ulang," kata Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Kemenko Perekonomian Elen Setiadi dalam rapat pembahasan tim perumus/ tim sinkronisasi RUU Ciptaker yang digelar Badan Legislasi DPR, Sabtu (3/10).
Pemerintah memaparkan bahwa, hanya sebanyak 7 persen perusahaan yang mampu merealisasikan aturan pembayaran pesangon sebesar 32 kali gaji. Oleh karena itu, pemerintah berharap dengan usulan tersebut maka ada kepastian pesangon dapat diberikan kepada para buruh dari pemberi kerja.
"Oleh karena itu kami ingin betul bahwa pelaksanaan program pemberian pesangon dapat betul-betul diberikan kepada buruh melalui skema program JKP, yang dilakukan pengelolaannya oleh pemerintah," ucapnya
"Jadi seolah-olah akan ada pengurangan nilai tapi sebenarnya yang terjadi adalah kepastian dalam pemberian PHK pesangon," katanya menambahkan.
Usulan tersebut kemudian ditolak oleh Fraksi Partai Demokrat. Anggota Baleg DPR, Hinca Panjaitan mempertanyakan urgensi pemerintah menurunkan besaran pesangon bagi pekerja yang di-PHK hanya karena perusahaan yang mampu membayar pesangon sesuai aturan baru 7 persen. Fraksi Partai Demokrat tetap menginginkan agar besaran pesangon sebesar 32 kali gaji sebagaimana yang selama ini diatur undang-undang ketenagakerjaan
"Saya khawatir sekali kalau ini turun ini akan merusak tatanan yang sudah ada. mereka akan marah, karena pandangan kami mohon lagi dijelaskan dan Demokrat tetap kembali ke konsep lama, 23 dan 9," ungkap Hinca.
Hal senada juga disampaikan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Anggota Baleg DPR Fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah juga secara tegas menolak usulan pemerintah terkait besaran pesangon tersebut.
"Fraksi PKS tetap kesepakatan panja pertama, tidak menginginkan perubahan seperti yang disampaikan pemerintah," ucap Ledia.