REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, sampai saat ini, belum ada rencana untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pihaknya, masih fokus untuk melakukan aksi-aksi penolakan agar didengar oleh pemerintah.
“Judicial review ke MK memang menjadi salah satu opsi. Tetapi saat ini, kami belum berpikir ke sana. Kami masih fokus dengan aksi-aksi penolakan,” katanya saat dihubungi Republika, Rabu (7/10).
Dia mengaku, belum ada diskusi lagi terkait langkah selanjutnya setelah aksi hingga tanggal 8 Oktober 2020. Semua komponen KSPI masih melihat bahwa dengan aksi ini, pemerintah akan mendengar apa yang menjadi aspirasi kaum buruh.
Apalagi aksi terus meluas dengan melibatkan elemen yang lain. “Jadi, belum ada rencana ke arah sana. Tapi nanti kami coba untuk diskusikan hal tersebut,” kata dia.
Sebelumnya diketahui, Pusat Studi Hukum dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) akan mengajukan uji formil dan materiil Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Diketahui, pada rapat Paripurna DPR RI, Senin (5/10), menyetujui UU Ciptaker.
“Kami akan melakukan uji formil dan uji materiil Uu Omnibus Law Cipta Kerja Ke Mahkamah Konstitusi," kata Direktur PSHK FH UII Allan Fatchan Ghani kepada Republika.co.id, Selasa (6/10).
PSHK FH UII, lanjut Allan juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan berlakunya UU Omnibus Law Cipta Kerja. Allan menegaskan, pembahasan hingga pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja hingga menjadi undang-undang dinilai mengulang catatan buruk proses legilasi di Indonesia.