REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad mempunyai kecerdasan (Al Fathanah) dalam menyampaikan dakwah, atau disebut juga logika kenabian (manthiq an nubuwwah). Ini wajib dimiliki seorang utusan Allah.
Menurut cendikiawan Muslim asal Turki, Muhammad Fethullah Gulen, aspek kecerdasan dalam dakwah Rasulullah yang dimaksud bukanlah kecerdasan yang jumud, tapi berupa kecerdasan yang menjangkau seluruh aspek lahir dan batin bahkan seluruh aspek dunia dan akhirat. Menurutnya Rasulullah mampu berdialog dengan menyentuh aspek emosional, rasionalitas dan intuisi sekaligus.
“Rasulullah sangat piawai menggunakan akal dan selalu menyeru umat untuk menggunakan akal. Beliau sangat memperhatiakan penggunaan logika dan kaidah nalar serta menggunakannya untuk berdialog dengan nurani manusia. Siapa pun yang mendengar suara Rasulullah di kedalaman hatinya pasti akan mampu mencapai hakekat dalam waktu yang jauh lebih cepat dibandingkan yang dilakukan siapa pun,” jelas Fethullah Gulen dalam bukunya berjudul Cahaya Abadi Muhammad SAW Kebanggaan Umat Manusia.
Kecerdasan Rasulullah tidak bisa ditandingi bahkan oleh para filsuf ternama sekali pun. Bahkan ketajaman pandangan Rasulullah selalu lebih unggul dibanding musuh-musuhnya hingga mereka pun harus takluk dengan kecerdasan Rasulullah. Rasulullah pernah mengacungkan jari kearah berhala sesembahan kaum musyrik seraya berseru “ Apa yang kalian harapkan dari bongkahan batu, kayu dan debu itu?”
Inilah salah satu contoh kecerdasan Rasulullah dalam berdakwah. Fethulleh Gulen menjelaskan setelah memancing rasionalitas lawan bicaranya, Rasulullah lalu menyentuh hati orang yang bersangkutan dengan cara yang tidak biasa atau terkadang dengan mukjizat. Setelah itu, barulah Rasulullah akan melangkah lebih jauh dengan mengungkapkan ketenangan dalam iman agar orang tersebut dapat merasakan nikmatnya keimanan sampai akhirnya ia berubah menjadi pribadi baru yang menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan utama.
Begitupun ketika Rasulullah meluruskan keyakinan Umar bin Khaththab sebelum masuk Islam. Rasulullah pernah berkata kepada Umar bahwa beliau tidak pernah dapat memahami bagaimana mungkin orang secerdas Umar dapat hidup jauh dari hidayah dan terus berharap pada batu dan patung.
Menurut Fethullah Gulen dengan sabda Rasulullah itu terlihat jelas bagaimana Rasul mengawali kata-katanya dengan pujian kepada Umar. Tapi kemudian Rasulullah melontarkan ucapan yang mengusik logika. Fethullah mengatakan lewat sabda itu, seakan-akan Rasulullah menggamit Umar dengan tangan lalu menyuntikan kata-kata lembut ke dalam hati Umar yang akan menerbitkan perasaan nyaman dan percaya. Setelah itu Rasulullah berhasil membuat Umar yang pada masa jahiliyah dikenal sebagai pribadi yang keras, akhrirnya luluh memeluk Islam dan menjadi salah satu di antara sahabat terdekat Rasulullah.
“Rasulullah hidup di sebuah era ketika moral umat manusia begitu busuk sehingga merasuk ke dalam diri dan menjadi tabiat mereka. Akan tetapi ternyata Rasulullah bukan hanya berhasil mengenyahkan moral bejat bangsa Arab kala itu, melainkan juga mengubahnya menjadi pekerti yang sangat baik,” terang Fethullah Gulen.