REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Liga Muslim Dunia (MWL) menanggapi soal rencana Prancis membuat undang-undang yang lebih keras dalam rangka menangani apa yang mereka sebut 'separatisme Islam'. Dalam pidato awal bulan ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan undang-undang baru yang menurutnya akan menangani 'masyarakat tandingan'.
Macron mengatakan akan membela nilai-nilai sekuler Prancis melawan radikalisme Islam. Macron juga mengatakan Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia.
Macron menyebut Prancis akan berusaha membebaskan Islam di negara itu dari pengaruh asing. Sebelumnya, pada Februari lalu dia bahkan mengecam 'politik Islam' dan menyudutkan Ikhwanul Muslimin.
Terkait pidato Macron tersebut, Sekretaris Jenderal MWL Sheikh Mohammed bin Abdul Karim Al-Issa, mengatakan ekstremis telah merusak reputasi Islam. "Ada orang yang secara keliru dianggap Muslim. Ini telah merusak reputasi Islam dengan radikalisme dan ekstremisme mereka, dan terkadang kekerasan mereka, termasuk terorisme," kata Al-Issa dalam sebuah wawancara di televisi MBC, dilansir di Arab News, Senin (12/10).
Al-Issa kemudian menanggapi soal acuan Marcon tentang separatisme dan isolasionisme. Ia mengatakan, ekstremis dan teroris adalah yang pertama mengisolasi diri dari masyarakat Islam.
"Ini sama sekali tidak mewakili Islam, dan jika kita membelanya, baik secara langsung atau tidak langsung, itu berarti kita persis seperti mereka," tambahnya.
Ia menambahkan, Deklarasi Makkah 2019, yang ditandatangani oleh ribuan ulama dan cendekiawan Islam dari seluruh dunia, menekankan perlunya menghormati konstitusi, hukum, dan budaya dari negara-negara. Deklarasi tersebut menyerukan anti-ekstremisme, keragaman agama dan budaya, serta undang-undang yang melarang kebencian dan kekerasan.
Al-Issa sebelumnya mengatakan, misinya ialah memberantas ideologi ekstremis dan dia telah mempelopori upaya mengatasi radikalisasi.
https://www.arabnews.com/node/1747481/saudi-arabia