REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menanggapi pernyataan salah satu dokter WHO yang menyebut lockdown tak lagi penting dilakukan. Wiku menyebut, lockdown memang bukan satu-satunya solusi yang tersedia dalam menangani wabah Covid-19.
"Pernyataan tersebut (dokter WHO) memang benar. Namun, perlu digarisbawahi bahwa lockdown bukanlah satu-satunya solusi dari penekanan laju infeksi Covid-19. Begitu pun dengan vaksinasi yang nantinya akan dijalankan pemerintah," kata Wiku ke pada Republika, Senin (12/10).
Wiku menegaskan, berbagai solusi dari pemerintah akan sia-sia jika tak diimbangi upaya masyarakat mengubah perilaku untuk taat pada protokol pencegahan Covid-19. Wiku optimistis perilaku sesuai protokol kesehatan, seperti cuci tangan, jaga jarak, pakai masker mampu menangkal Covid-19.
"Saya selalu menekankan bahwa upaya paling efektif untuk me nyelesaikan pandemi adalah melalui perubahan perilaku untuk membiasakan diri disiplin de ngan protokol kesehatan," ujar Wiku.
Dia mengingatkan, protokol kesehatan pencegahan Covid-19 sebenarnya solusi paling ekonomis dan mudah dilakukan. Kepatuhan pada protokol kesehatan, kata dia, tak harus mengeluarkan kocek begitu dalam dan merepotkan.
WHO sebelumnya menyarankan penerapan lockdownuntuk mencegah penyebaran virus korona. Selama tujuh bulan ini, penguncian telah digunakan oleh beberapa negara untuk mengendalikan virus korona di seluruh dunia.
Namun, baru-baru ini David Nabarro selaku dokter dari WHO menyerukan para pemimpin dunia berhenti menggunakan penguncian sebagai metode pengendalian utama negara dan ekonomi dari virus korona. Nabarro mengeklaim, satu-satunya yang dicapai dari penguncian ini adalah kemiskinan walau menyebutkan potensi nyawa yang diselamatkan.
Ketua Satgas Covid-19 IDI, Prof Zubairi Djoerban, menegaskan, bukti ilmiah menunjukkan jika lockdown atau PSBB berhasil mengurangi penularan wabah. Hal itu, kata dia, telah dibuktikan oleh Cina dan beberapa negara lainnya. "Jadi, tidak benar jika lockdown tidak bermanfaat. Justru sangat bermanfaat untuk kesehatan masyarakat,"ujar dia.
Ketika ditanya studi kasus negara-negara Eropa, seperti Inggris, Spanyol, dan Prancis yang gagal melakukan lockdown, ia tak menampiknya. Namun, kata dia, jika hal itu disebabkan keterlambatan dan tidak sesuainya penanganan. (rizky suryarandika/zainur mahsir ramadhan, ed: mas alamil huda)