REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN - Para demonstran di Yerevan menggelar aksi unjuk rasa di luar kedutaan besar Jerman pada Rabu (21/10) waktu setempat. Mereka menuntut reaksi atas agresi Azerbaijan terhadap Artsakh (wilayah Nagorno-Karabakh).
Seperti dikutip laman Armen Press, para demonstran memegang papan bertuliskan "Hentikan Erdogan, Hentikan Hitler Kedua," "Kenali Artsakh," "Jangan Diam," "Jerman, Diam Anda Membunuh Orang," dan tulisan lain sebagainya.
Para demonstran juga menyerukan pengakuan Jerman atas Artsakh sebagai negara merdeka. Mereka meneriakkan "Teroris Erdogan," "Hentikan Agresi Azeri," "Hentikan Genosida," hingga "Buka Mata Anda".
"Kami ingin bertemu dengan duta besar untuk berbicara secara langsung dan memahami pendirian mereka dan memahami sejauh mana mereka diberitahu tentang apa yang terjadi," kata salah satu demonstran.
"Kita juga harus memahami sejauh mana mereka siap mengambil tindakan untuk menghentikan ini semua," ujarnya menambahkan.
Seorang pejalan kaki asing bergabung dengan demonstrasi Armenia. Dia mendukung Armenia.
"Saya orang Estonia, saya mendukung orang-orang Armenia. Hari ini saya juga berencana untuk pergi ke perbatasan, tetapi karena usia saya, saya menunda kunjungan selama 10 hari. Atas nama bangsa saya, saya katakan kepada Anda, Estonia mendukung Armenia. Kuatlah, orang Armenia," kata pria Estonia itu.
Pengemudi yang mengemudi di dekatnya membunyikan klakson untuk mendukung demonstrasi. Kemudian beberapa peserta memblokir sebagian jalan.
Hubungan antara dua bekas republik Soviet memang tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Nagorno Karabakh. Sekitar 20 persen wilayah Azerbaijan tetap diduduki secara ilegal oleh Armenia selama kurang lebih tiga dekade. Namun Armenia menganggap wilayah itu sebagai wilayah asli penduduknya.
Bentrokan baru dimulai pada 27 September ketika pasukan Armenia menargetkan permukiman sipil Azerbaijan dan posisi militer di wilayah tersebut yang menyebabkan korban. Banyak kekuatan dunia termasuk Rusia, Prancis, dan AS telah menyerukan gencatan senjata baru.
Gencatan senjata pun sudah terlaksana hingga dua kali. Namun, kedua belah pihak saling tuduh melanggar gencatan senjata.