REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Pemerintah Provinsi Riau mencabut status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Status tersebut sudah berlangsung selama sembilan bulan terakhir.
“Provinsi Riau telah menetapkan status darurat bencana asap akibat Karhutla sejak tanggal 11 Februari sampai dengan 31 Oktober 2020 atau selama 260 hari," kata Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution di Pekanbaru, Selasa (27/10).
Edy menyampaikan hal tersebut pada rapat koordinasi tentang Pengakhiran Status Siaga Darurat Bencana Karhutla di Kota Pekanbaru. Turut hadir di rapat tersebut Deputi Kedaruratan Penanggulangan Bencana (BNPB) Dodi Ruswandi, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau Edwar Sangerdan perwakilan instansi terkait lainnya.
"Riau adalah provinsi yang pertama menetapkan status siaga Karhutla, setelah mendapatkan arahan dari Presiden Joko Widodo. Berbagai upaya sudah dilakukan, mulai dari patroli, sosialisasi, pemadaman darat, udara, dilakukan secara terpadu,” kata Edy.
Ia mengatakan pencabutan status siaga darurat lebih cepat dari rencana yang seharusnya berlangsung pada 31 Oktober karena akan ada libur bersama peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. “Namun karena 31 Oktober libur panjang nasional kita mengambil hari ini, baik yang menangani secara langsung di lapangan dan hari ini siaga darurat diakhiri,” katanya.
Deputi Kedaruratan Penanggulangan Bencana BNPB, Dody Ruswandi, mengatakan Riau telah melaksanakan tugas penanggulangan Karhutla dengan cukup baik. Bahkan, ia mengatakan Riau menjadi salah satu provinsi yang berhasil menekan angka luas Karhutla dibandingkan tahun sebelumnya.
“Dengan upaya dan berkolaborasi dengan semua pihak, dari enam Provinsi Riau termasuk yang terbaik, karena Riau yang terdekat dari lokasi negara tetangga, jadi Riau mendapat dukungan yang penuh dari BNPB. Banyak hal-hal yang berhubungan dengan negara tetangga, jadi Riau mendapat bantuan khusus dari BNPB, dan tahun depan juga mendapat armada, penanganan Karhutla,” ujar Dody.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Riau Edwar Sanger mengungkapkan, hingga status siaga darurat berakhir, luas lahan yang terbakar di Riau mencapai 1.587, 66 hektare dan jumlah titik panas (hotspot) sebanyak 2.730 titik. Riau dinilai berakhir menanggulangi Karhutla pada tahun ini karena luas kebakaran menurun jauh dibandingkan tahun 2019.
"Jika dibandingkan dengan tahun lalu terjadi penurunan jumlah luas lahan yang terbakar cukup signifikan, bahkan penurunannya sampai 83,62 persen," kata Edwar.
Edwar menyebut luas lahan yang terbakar pada tahun tahun 2019 adalah seluas 9.706,73 hektare. "Kita bersyukur, karena dengan kerja keras kita bersama tahun ini Riau bisa bebas asap," ujarnya.