Selasa 27 Oct 2020 19:23 WIB

Upah Minimum tak Naik, Buruh Siapkan Demo Besar 2 November

Upah minimum tahun 2021 ditetapkan sama dengan nilai upah minimum tahun 2020.

Massa aksi yang tergabung dalam serikat buruh dan mahasiswa melakukan aaksi penolakan terhadap pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (22/10). Buruh juga merencanakan aksi besar-besaran secara nasional pada 2 November mendatang. (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa aksi yang tergabung dalam serikat buruh dan mahasiswa melakukan aaksi penolakan terhadap pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (22/10). Buruh juga merencanakan aksi besar-besaran secara nasional pada 2 November mendatang. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Febrianto Adi Saputro, Arie Lukihardianti

Upah minimum pada 2021 dipastikan tidak akan mengalami kenaikan. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/11/HK.04/2020 yang ditujukan kepada Gubernur se-Indonesia.

Baca Juga

Penerbitan SE ini dilatarbelakangi pandemi Covid-19 yang telah berdampak pada kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak pekerja/buruh termasuk dalam membayar upah. Di sisi lain, Menaker juga merasa perlu memberikan perlindungan dan keberlangsungan bekerja bagi pekerja/buruh.

“Mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia pada masa pandemi Covid-19 dan perlunya pemulihan ekonomi nasional, diminta kepada Gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai Upah Minimum Tahun 2021 sama dengan nilai Upah Minimum Tahun 2020,” kata Menaker, seperti tertuang dalam SE, Selasa (27/10).

Surat edaran penetapan upah minimum tersebut diteken Menaker pada 26 Oktober 2020. Selanjutnya, upah minimum 2021 ini secara resmi akan ditetapkan dan diumumkan seluruh pemerintah daerah pada akhir Oktober 2020.

"Melaksanakan penetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi Tahun 2021 pada tanggal 31 Oktober 2020," kata Ida.

Menurut Ida, SE yang ia terbitkan merupakan jalan tengah yang diambil pemerintah.

"Ini jalan tengah yang harus diambil pemerintah dalam kondisi yang sulit dan tidak mudah. Perlindungan pengupahan kita jaga, keberlangsungan usaha harus kita perhatikan. Atas dasar itulah SE ini kami keluarkan," kata Ida, Selasa (27/10).

Menurut Ida, penerbitan SE tersebut berdasarkan kajian yang dilakukan secara mendalam oleh Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) terkait dampak Covid-19 terhadap pengupahan. Pandemi Covid-19 telah berdampak kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak pekerja/buruh termasuk dalam membayar upah.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyesalkan sikap Menaker Ida Fauziyah yang mengeluarkan surat edaran (SE) Nomor M/11/HK.4/x/2020 tertanggal 26 Oktober 2020. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, dengan adanya surat edaran tersebut, buruh akan semakin keras terhadap penolakan tidak adanya kenaikan upah minimum 2021 dan penolakan omnibus law UU Cipta Kerja.

"Menaker tidak memiliki sensitivitas nasib buruh, hanya memandang kepentingan pengusaha semata," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Selasa (27/10).

Said meminta, sebaiknya pemerintah bersikap lebih adil, yaitu tetap menaikkan upah minimum 2021. Namun, bagi perusahaan yang tidak mampu maka dapat melakukan penangguhan dengan tidak menaikan upah minimum setelah berunding dengan serikat pekerja di tingkat perusahaan dan melaporkannya ke Kemenaker.

"Jangan dipukul rata semua perusahaan tidak mampu. Faktanya di tahun 1998 pun tetap ada kenaikan upah minimum untuk menjaga daya beli masyarakat," tegasnya.

Ia pun mempertanyakan surat edaran tersebut sudah diketahui presiden Joko Widodo (Jokowi). Dirinya mencurigai bahwa surat edaran tersebut dibuat atas keputusan sepihak Menaker.

"Apakah presiden sudah mengetahui keputusan Menaker ini? Atau hanya keputusan sepihak Menaker?" tanyanya.

KSPI dan seluruh serikat buruh di Indonesia berencana akan melakukan aksi nasional besar-besaran di 24 provinsi pada 2 November. Selain itu buruh juga merencanakan aksi pada 9 sampai 10 November yang diikuti puluhan dan bahkan ratusan ribu buruh di Mahkamah Konstitusi, Istana, DPR RI, dan di kantor Gubernur di seluruh Indonesia dengan membawa isu batalkan omnibus law UU Cipta Kerja dan meminta kenaikan upah minimum 2021 untuk menjaga daya beli masyarakat.

Pada hari ini, ribuan buruh Jawa Barat (Jabar) sudah lebih dulu menggelar aksi ujuk rasa di Gedung Sate, Selasa (27/10). Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI /ketua DPD KSPSI Provinsi Jawa Barat (Jabar), Roy Jinto Ferianto, buruh yang melakukan aksi sekitar 3.000 buruh.

"Aksi ini berdasarkan hasil rapat serikat pekerja/serikat buruh di tingkat Jabar. Kami akan melakukan aksi unjuk rasa pada 27 Oktober 2020 di Gubernur dan Disnakertrans Jabar," ujar Roy kepada Republika, Selasa (27/10).

Adapun tuntutan buruh di Jabar adalah, pertama menolak olak UMP 2021 dengan alasan bahwa yang berlaku di Jawa Barat adalah UMK dan UMSK Jabar, tidak membutuhkan UMP. Tuntutan kedua, kata Roy, adalah agar pemerintah mentapkan UMK 2021 dengan kenaikan minimal 8 persen. Dasar pertimbangannya, kenaikkan upah 5 tahun terakhir sejak adanya PP No 78 tahun 2015 adalah rata-rata 5 persen.

"Pertimbangan kedua adalah proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 karena UMK 2021 walaupun ditetapkan di tahun 2020, tapi berlaku di Januari 2021," kata Roy.

Karena itu, kata Roy, perhitungan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2021 bisa dijadikan dasar untuk menetapkan upah minimum tahun 2021. Tuntutan ketiga, kata dia, adalah revisi SK UMSK Bekasi dan Bogor tahun 2020 dengan alasan yang ditetapkan oleh Gubernur tdk sesuai dengan rekomendasi Bupati dan walikota Beksi dan Bogor.

"Banyak kode KBLI yang dihapus serta berlakunya UMSK dalam Kepgub sejak tanggal ditetapkan," katanya.

Menurut Roy, kenaikan upah minimum untuk daerah yang ada diktum tersebut hanya naik sejak Oktober sampai Desember 2020 sedangkan prinsip upah minimum itu berlaku sejak Januari 2020. Tuntutan keempat, kata Roy, adalah agar pemerintah menetapkan UMSK Karawang tahun 2020 sesuai rekomendasi Bupati karena hasil rapat pleno Depeprov Jabar kemarin tidak sesuai dengan rekomendasi Bupati Karawang.

"Banyak perusahaan yang tidak masuk dalam berita acara Depeprov Jabar ke Gubernur, maka kita minta agar Gubernur menetapkan UMSK Karawang 2020 sesuai rekom bupati," katanya.

Tuntutan kelima, Presiden segera menerbitkan perppu untuk mencabut atau membatalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja karena dinilai sangat cacat formil dan materil serta sangat merugikan kaum buruh.

"Aksi ini akan diikuti kurang lebih 3.000 perwakilan anggota serikat pekerja/serikat buruh di Jabar dan kita juga sedang mempersiapkan aksi secara serentak di setiap daerah dalam waktu dekat," tegas Roy.

Menurutnya, aksi di daerah ini dilakukan dengan agenda meminta bupati/wali kota untuk merekomendasikan kenaikan UMK 2021 minimal 8 persen kepada Gubernur Jabar. Buruh juga, kata dia, akan mempersiapkan aksi secara nasional menolak Omnibus Law Cipta Kerja dan menolak keinginan pemerintah dan pengusaha untuk tidak ada kenaikkan upah di tahun 2021.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement