Rabu 28 Oct 2020 13:53 WIB

Pantai Pasir Putih Buatan di Filipina Bisa Sebabkan Bencana Ekologis

Pegiat lingkungan mengkhawatirkan bahaya pasir dolomit buatan di Teluk Manila

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Mohd Sarajan/NurPhoto/picture alliance
Mohd Sarajan/NurPhoto/picture alliance

Pasir putih buatan di sepanjang 500 meter garis pantai Manila, ibu kota Filipina, ditentang keras oleh para pegiat lingkungan. Daerah Teluk Manila yang awalnya sangat tercemar oleh minyak dan sampah, telah diubah menjadi lokasi pantai pasir putih. Pegiat lingkungan mengatakan bagaimanapun juga, pantai tetap tidak bersih.

"Ini ilusi," kata Lia Mai Torres, direktur eksekutif Center for Environmental Concerns Philippines. "Hanya karena warnanya putih bukan berarti bersih,” tambahnya.

Pasir putih dibuat dari pecahan berton-ton batu dolomit yang bersumber dari sebuah tambang di Cebu, Filipina tengah.

Para ahli mengatakan sebenarnya penggunaan pasir yang terbuat dari batuan dolomit dalam proyek semacam itu sangat jarang. Sebagian besar pantai berpasir di seluruh dunia terbentuk dari kuarsa dan feldspar, sedangkan pasir dolomit umumnya digunakan untuk pembangunan jalan.

"Saya tidak pernah menemukan pengisian pasir pantai dengan pasir dolomit," kata Arnaud Vander Velpen, yang memimpin pemantauan dan inovasi di Departemen Pemantauan dan Tata Kelola Pasir UNEP / GRID-Geneva.

Pengisian pasir penting bagi ekosistem

UNEP / GRID-Geneva pada dasarnya mendukung pencarian sumber pasir alternatif agar tidak mengganggu ekosistem di sungai dan lautan saat proses ekstraksi. Vander Velpen menekankan pentingnya menggunakan pasir yang cocok dengan susunan pasir asli untuk melindungi fauna pantai.

"Jika Anda mengubah karakteristik inti dari pasir asli, pasir orisinal, Anda perlu melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) untuk mengetahui bagaimana hal itu akan berdampak pada ekosistem, dan ekosistem di sekitarnya," kata Velpen kepada DW.

Sayangnya menurut Torres, penilaian seperti itu tidak dilakukan di Manila.

Hanya demi keindahan semata?

Perairan Teluk Manila sebelumnya sangat tercemar oleh minyak dan sampah dari daerah pemukiman dan pelabuhan terdekat. Tanda "Dilarang berenang" di lokasi pantai memperingatkan pengunjung untuk menjauh dari laut.

Departemen Lingkungan dan Sumber Daya Alam Filipina (DENR) membantah bahwa pasir dolomit menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia dan ekosistem. Namun, para ilmuwan dari Universitas Filipina membantah klaim DENR.

Sebuah pernyataan dari Institute of Biology mengatakan bahwa penggunaan pasir dolomit tidak menyelesaikan tahap rehabilitasi apapun, dan "bahkan lebih merugikan keanekaragaman hayati yang ada serta masyarakat di daerah tersebut”.

"Pelimpahan dolomit di Teluk Manila telah secara efektif menutupi sebagian zona intertidal (area pasang surut) yang digunakan oleh burung air sehingga mengurangi habitat mereka,” menurut pernyataan tersebut.

Pada puncak musim migrasi, Teluk Manila adalah rumah bagi 90 spesies burung air, termasuk spesies yang menjadi perhatian konservasi internasional yang menghadapi risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam liar.

Selain itu, para ilmuwan Marince Science Institute memperingatkan bahwa menghirup partikel debu dolomit yang halus dalam waktu yang lama dapat "menyebabkan efek kesehatan kronis”. Efeknya bisa menyebabkan ketidaknyamanan di dada, sesak napas, dan batuk. Mereka juga memperingatkan butiran pasir dolomit akan terkikis selama badai dan mengalir ke laut.

Banjir kritikan

Pakar lingkungan mengatakan menutupi pantai dengan pasir buatan tidak mengatasi masalah teluk yang sebenarnya. Torres dan yang lainnya percaya bahwa cara terbaik untuk membersihkan Teluk Manila bukanlah dengan menambahkan apapun, melainkan membersihkan sampah dan polusi.

Pasir putih buatan di pantai Manila pun nampaknya telah tertiup oleh badai baru-baru ini. DENR mengklaim pasir tidak terhanyut, tetapi mengatakan bahwa pasir keabu-abuan, batu, dan material lainnya menumpuk begitu saja di atas pasir dolomit. Orang-orang di Manila telah menggunggah foto yang menunjukkan kondisi pantai yang rusak akibat badai.

Pihak berwenang disebut tak menghiraukan kritik karena menghabiskan sekitar 389 juta peso (Rp 117 miliar) untuk proyek pengisian pasir pantai di tengah pandemi yang menggoyahkan ekonomi. Sebuah gambar kue bertuliskan "Sangat menyakitkan - pasir [senilai] 389 juta peso?" menjadi viral.

Aktivis lingkungan sebenarnya merasa khawatir akan dicap sebagai teroris dengan adanya Undang-undang Anti-terorisme baru yang kontroversial di Filipina. Mereka mengatakan bisa ditangkap karena dianggap menghasut ketika berbicara tentang bahaya lingkungan.

(Ed: pkp/rap)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement