REPUBLIKA.CO.ID, BELANDA -- Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Selasa (27/10) mempertimbangkan perselisihan antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan seorang anggota parlemen anti-Islam Belanda Geert Wilders. Perselisihan ini karena Wilders dituduh mencemarkan nama baiknya dengan gambar kartun.
Erdogan mengajukan pengaduan minggu ini terhadap Wilders yang membagikan kartun presiden Turki dengan mengenakan topi Ottoman berbentuk seperti bom dengan sumbu yang menyala di Twitter. Wilders juga men-tweet kata "teroris" di unggahan kartun itu
Badan penyiaran Turki Anadolu Agency mengatakan Erdogan mengajukan keluhan pencemaran nama baik di hadapan jaksa penuntut negara di Ankara terhadap Wilders. “Saya memiliki pesan untuk Presiden Erdogan dan pesan itu sederhana: Di Belanda kebebasan berekspresi adalah salah satu nilai tertinggi kami. Ini termasuk (menerbitkan) kartun, hal itu berlaku termasuk bagi politikus,” katanya dilansir Al Arabiya, Selasa (27/10).
Kebebasan berekspresi di Belanda ini yang membuat tuntutan Erdogan tidak diterima. "Mengajukan keluhan terhadap politikus Belanda yang dapat membatasi kebebasan berekspresi tidak dapat diterima," katanya.
Rutte mengatakan dia telah berbicara langsung dengan presiden Turki, tetapi keberatan Belanda juga akan disuarakan melalui saluran diplomatik lainnya. Rutte adalah salah satu pemimpin Eropa pertama yang mendukung Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang menjadi sasaran Erdogan dalam serangkaian serangan pribadi dan meminta boikot produk Prancis.
Seruan itu muncul setelah Macron memperkuat pendiriannya melawan ekstremis Muslim dan dengan tegas membela hak untuk mengejek agama, menyusul pembunuhan seorang guru sekolah Prancis yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad kepada murid-muridnya.
"Keluhan terhadap Wilders melampaui semua batas," katanya.
Hubungan antara Belanda dan Turki tetap tegang sejak pemerintah Belanda pada 2017 menolak mengizinkan dua menteri Turki berkampanye untuk Erdogan di antara orang Turki keturunan Belanda. Keputusan yang dibuat beberapa hari sebelum pemilihan parlemen Belanda diadakan di Belanda, membuat marah komunitas Turki yang melakukan kerusuhan di Rotterdam di jalan-jalan sekitar konsulat Turki. Saat ini, ada sekitar 400 ribu warga Belanda dengan latar belakang Turki.