Senin 02 Nov 2020 23:54 WIB

 Webinar Satgas Covid-19 MUI Tegaskan Hak Jenazah Covid-19 

Satgas Covid-19 MUI menegaskan hak pemakaman syari'i jenazah Covid-19

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Satgas Covid-19 MUI menegaskan hak pemakaman syari'i jenazah Covid-19Gedung MUI Pusat
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Satgas Covid-19 MUI menegaskan hak pemakaman syari'i jenazah Covid-19Gedung MUI Pusat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Satgas Covid-19 Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan web seminar (webinar) bertajuk 'Pemulasaraan Jenazah karena Covid-19' secara virtual, Senin (2/11). Agenda ini digelar untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak terjadi lagi permasalahan terkait penanganan jenazah positif Covid-19.

Ketua Satgas Covid-19 MUI, Ustadz Zaitun Rasmin, mengatakan ingin membantu pemulasaraan jenazah positif Covid-19 di tengah masyarakat tetapi dia mengakui itu tidak mudah karena ada aturan yang ketat dan tidak mudah. Satgas MUI pun terus mencari jalan untuk membantu penanganan jenazah, salah satunya meningkatkan pemahaman umat Muslim.

Baca Juga

"Kami terus mencari jalan untuk membantu, termasuk upaya-upaya penyadaran umat dan masyarakat kita untuk terus memakai masker, menjaga jarak fisik, mencuci tangan, meningkatkan imunitas dan meningkatkan iman kita," tutur dia dalam acara.

Salah satu yang membuat resah, lanjut Zaitun, yakni soal penanganan jenazah yang terpapar Covid-19. Dia juga mengakui, di tengah masyarakat ada kesimpangsiuran pemahaman misalnya terkait apakah virus pada jenazah bisa menular lagi. Belum lagi masalah pengambilan jenazah positif Covid yang dilakukan oleh masyarakat.

"Dan beberapa kejadian penanganan jenazah yang tidak sesuai syariat Islam padahal jenazahnya itu muslim. Karena itu, Satgas Covid-19 MUI berupaya membantu mengatasi masalah ini semaksimal kemampuan kami," tuturnya.

Zaitun melanjutkan, satgas Covid-19 MUI juga akan menggelar pelatihan kepada para relawan untuk membantu pemulasaraan jenazah, baik di Jakarta dan seluruh proses provinsi secara bertahap. Para relawan nantinya akan dilaporkan ke Satgas Covid di tingkat pusat ataupun di daerah dan di banyak rumah sakit.

"Kami akan sampaikan bahwa ada tenaga relawan yang siap membantu saat-saat diperlukan. Kami memberi bantuan dengan bekerja sama pihak berwenang, dan kami juga sangat berharap ini dapat dilakukan baik di pusat dan daerah," ujarnya.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Asrorun Ni'am, yang hadir dalam acara itu mengingatkan kembali tentang ketentuan Fatwa MUI nomor 14 tahun 2020 angka 7 yang menetapkan bahwa pengurusan jenazah yang terpapar Covid-19 terutama dalam memandingkan dan mengafani, harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan pihak berwenang dengan tetap memperhatiakn ketentuan syariat. Untuk mensholatkan dan menguburkan, dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid. 

"Umat Islam yang wafat karena wabah Covid-19, dalam pandangan syara, termasuk kategori syahid akhirat, dan hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi yaitu dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikuburkan, yang pelaksanaannya wajib menjaga keselamatan petugas dengan mematuhi ketentuan-ketentuan protokol medis," kata dia yang juga Ketua Divisi Edukasi Satgas Covid-19 MUI.

Asrorun menjelaskan salah satu pedoman memandikan jenazah terpapar Covid, yaitu tidak harus melepas pakaian jenazah. Petugas yang memandikan berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan. Namun jika petugas yang berjenis kelamin sama itu tidak ada, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah tetap memakai pakaian. Jika tidak begitu, maka ditayamumkan.

Sementara itu, juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Pemerintah, Wiku Adisasmito, menyampaikan petugas yang melakukan pemulasaraan jenazah Covid-19 harus menjalankan standar kewaspadaan ketika menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular. Petugas juga menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap saat menangani jenazah yang positif Covid-19.

Wiki menjelaskan, jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah. Dalam proses pemulasaraan itu, pada prinsipnya harus menggunakan hand hygiene dan sarung tangan. Masker bedah juga digunakan dan tidak perlu memakai masker N95 kecuali saat otopsi jenazah.

Face shield juga harus dipakai karena ada potensi terjadi cipratan dalam penanganan jenazah. "Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah, lalu pindahkan segera ke kamar jenazah setelah meninggal dunia. Keluarga pasien bisa melihat jenazah, diizinkan, sebelum dimasukkan ke dalam kantong jenazah dan tentu dengan menggunakan APD agar tidak tertular. Selain itu jenazah juga tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet," kata Wiku yang turut menghadiri acara webinar ini. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement