REPUBLIKA.CO.ID, BERGAMO -- Lewat hattrick Diogo Jota dan dua gol yang masing-masing dicetak Sadio Mane dan Mohamed Salah, Atalanta dicukur tamunya, Liverpool, 0-5, dalam laga ketiga fase penyisihan Grup D Liga Champions, Rabu (4/11) dini hari WIB. Kekalahan telak ini seolah mengingatkan Atalanta dengan kekalahan dari Manchester City, 1-5, di pentas Liga Champions musim lalu.
Seperti halnya kekalahan dari City pada musim lalu, kekalahan dari juara Liga Primer Inggris musim lalu itu juga menjadi bahan pembelajaran buat para penggawa La Dea. Pasca kekalahan dari City, Atalanta memang mampu bangkit. La Dea bisa lolos ke babak 16 besar dan sukses melaju hingga partai semifinal, sebelum akhirnya disingkirkan oleh Paris Saint Germain (PSG).
''Kami harus merefleksikan diri kami kembali, karena kami juga menelan kekalahan besar dari Manchester City pada musim lalu. Namun, kami yakin bisa mengubah sejumlah aspek permainan, membuat perbedaan, dan bisa bangkit,'' kata pelatih Atalanta, Gian Piero Gasperini, seperti dikutip Sky Sports Italia, Rabu (4/11).
5 - Liverpool’s 5-0 win was the biggest ever by an English club away to Italian opposition in European competition. Arrivederci. #UCL pic.twitter.com/d1jP5m47yW
— OptaJoe (@OptaJoe) November 3, 2020
Salah satu bahan evaluasi terbesar dari performa La Dea, tutur Gasperini, adalah soal mempertahankan intensitas dan tempo permainan. Aspek ini yang belum terlihat dari performa Atalanta pada musim ini, dibanding pada musim lalu. Pun dengan pola pendekatan dan struktur taktik yang mesti diterapkan Atalanta saat menghadapi tim-tim besar.
Kondisi ini tidak hanya terlihat di pentas Liga Champions, tapi juga di kancah Serie A. Kendati mampu begitu produktif dengan torehan 29 gol dari sembilan laga kompetitif pada musim ini, tapi gawang Atalanta juga rentan kebobolan. Dari sembilan laga, gawang La Dea sudah kebobolan 21 gol.
''Kami belum memiliki intensitas yang sama seperti pada musim lalu. Kami juga kesulitan menjaga irama permainan, tidak hanya di Serie A, tapi juga di Liga Champions. Kami harus memodifikasi gaya permainan kami. Selain itu, kami terlalu banyak kebobolan, terlepas siapapun lawan kami. Kami juga belum cukup banyak mencetak gol dan kurang berlari untuk menjaga intensitas permainan,'' tutur mantan pelatih Inter Milan tersebut.
Terlepas dari gol-gol Liverpool, yang sebagian besar tercipta via serangan balik cepat, Gasperini mengakui, Liverpool memang sudah berada dalam level yang berbeda dibanding timnya. Sebenarnya, Atalanta sudah terlihat kesulitan menjaga intensitas permainan saat ditahan imbang Ajax Amsterdam, 2-2, pada laga kedua Grup D, tengah pekan lalu.
''Laga kontra Ajax seharusnya sudah menjadi tanda bahaya buat kami. Kami sebenarnya layak menang di laga tersebut. Namun, Liverpool memang sudah berada di level yang berbeda. Mereka benar-benar mengalahkan kami dari aspek intensitas. Kami harus belajar dari laga ini dan melihat bagaimana kami bisa berkembang pada masa mendatang,'' kata Gasperini.