REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Kadir Karding menilai, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab saat ini adalah seorang politisi. Bukan lagi sepenuhnya ulama.
“Saya melihat HRS ini adalah politisi, jadi kacamata saya tidak sepenuhnya beliau sebagai ulama, tetapi sebagai politisi yang bisa bergerak dengan isu apa saja,” ujar Karding dalam sebuah diskusi daring, Ahad (15/11).
HRS dinilai sebagai sosok yang dapat menjahit sejumlah realitas yang tengah terjadi di Indonesia. Bahkan mampu merangkul banyak pihak dan kelompok yang sedang ‘terpinggirkan’. “Itu kelebihan dan mampu dikelola sedemikian rupa lewat media sosial, sehingga menjadi kekuatan yang layak diperhitungkan,” ujar Karding.
Peran HRS di kancah perpolitikan Indonesia juga tak dapat diremehkan sepenuhnya. Sebab meski ia berada di Arab Saudi, pernyataanya dapat memiliki pengaruh dan memantik banyak pihak.
“Dalam posisi terdesak masih mampu membangun wacana yang cukup dominan di dalam negeri. Itu artinya HRS sebagai politik tidak bisa dianggap enteng, tidak boleh,” ujar mantan Sekretaris Jenderal PKB itu.
Namun ada satu kelemahan yang dinilainya ada pada HRS, yaitu narasinya yang hanya terbangun di daerah-daerah yang menjadi basisnya. “Makanya kita lihat dalam konteks politik elektoral, kalau isu yang dibangun HRS di Jateng, itu tidak terlalu laku. Ada (tapi) kecil,” ujar Karding.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi melihat HRS saat ini sebagai sosok yang berada di seberang kelompok Presiden Joko Widodo. Bukan sebagai oposisi, tapi sebagai bentuk representasi simbol.
“Ini persentasi simbol, ada perang simbol, culture war yang memisahkan antara kubu Jokowi dan kubu Rizieq yang dipersatukan oleh gimmick,” ujar Burhanuddin.
BACA JUGA: Ini Kronologi Kasus Penarikan Cadar Muslimah Oleh "Ustadz" Versi Korban