Selasa 17 Nov 2020 00:28 WIB

Pertempuran di Tigray Ethiopia Kian Memburuk

Jaringan internet dan telepon di zona konflik Tigray Ethiopia terputus

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Pasukan keamanan di Ethiopia.
Foto: Reuters/Tiksa Negeri
Pasukan keamanan di Ethiopia.

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA - Jaringan internet dan telepon di Tigray, Ethiopia terputus sehingga sulit untuk mengetahui seberapa buruk pertempuran antara pasukan pemerintah federal dengan daerah di zona konflik tersebut. Tetapi media Amerika Serikat (AS) NPR melaporkan tampaknya kondisi pertempuran buruk.

NPR melaporkan militer Ethiopia telah membunuh 550 pasukan pemerintah daerah. Juru bicara Gugus Tugas Masa Darurat Ethiopia, Redwan Hussein, mengatakan dalam konferensi pers ia tidak mengetahui dengan pasti jumlah korban tewas sebab hingga saat ini pasukan dari kedua belah pihak masih baku tembak.

Baca Juga

Ia mengatakan pasukan pemerintah daerah Tigray People's Liberation Front (TPLF) memutus jalur komunikasi. Apabila komunikasi tersambung kembali, katanya, maka pemerintah bisa mengumpulkan jenazah dan menghitungnya.  

Pada Kamis (12/11) lalu organisasi hak asasi manusia Amnesty International mengatakan tampaknya jumlah korban mencapai ratusan. Menurut mereka ada warga sipil yang tinggal di kota sebelah barat zona konflik yang menjadi korban tewas.

Amnesty mengatakan mereka belum dapat mengonfirmasi siapa yang bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut. Namun saksi mengatakan kelompok yang berafiliasi dengan TPLF menyerang dengan golok, kapak, dan pisau. NPR belum dapat mengonfirmasi langsung ke TPLF.  

Pemerintah Ethiopia juga melepaskan bom di sepanjang wilayah Tigray. Badan pengungsi PBB mengatakan sekitar 7.000 orang Ethiopia terpaksa menyeberang ke Sudan demi menghindari kekerasan. PBB mengatakan sebelum konflik terjadi sudah sekitar 96 ribu pengungsi Eritrea dan 100 ribu orang lainnya terpaksa berpindah tempat di dalam Ethiopia.

"Jalan-jalan tertutup dan jaringan listrik, telepon dan internet mati, membuat komunikasi hampir mustahil. Ada kelangkaan bahan bakar dan layanan perbank dihentikan karena kekurangan uang tunai," kata PBB.

Konflik ini berpotensi akan menghancurkan Ethiopia. Sejumlah pengamat memperingatkan negara itu dapat pecah seperti yang terjadi pada Yugoslavia pada tahun 1990-an. Pemerintah tidak terlalu menganggap serius pertempuran tersebut, mereka menyebutnya 'operasi penegakan hukum'.

Pengamat politik Ethiopia Kiya Tsegaye mengatakan pemerintah mengalienasi TPLF dari tetangga-tetangganya. Abiy sudah membuat kesepakatan dengan Eritrea dan pemerintah baru Sudan sehingga hanya ada sedikit cara bagi TPLF untuk mendapatkan senjata. Akan tetapi ia mengatakan TPLF bukan kelompok milisi biasa.

"Mereka telah mendominasi keamanan dan militer selama hampir tiga dekade dan mereka mengetahui semua informasi dan rahasia negara," kata Tsegaye.

Pekan lalu pemerintah Ethiopia menuduh TPLF menyerang pangkalan militer. Mereka mencuri rudal yang mungkin dapat mencapai ibu kota Addis Ababa.

Salah satu hal yang cukup mengkhawatirkan adalah destabilisasi Ethiopia dapat menjalar ke seluruh kawasan dan wilayah lain negara itu. Salah satu diplomat Afrika yang memantau situasi Ethiopia mengatakan kewaspadaan konflik meledak sudah ada sejak lama.

Saat Abiy mulai berkuasa ia dilempari granat saat hendak menyampaikan pidato. Pada akhir 2018 lalu, pasukannya sendiri masuk ke kediaman perdana menteri untuk melakukan kudeta.

Diplomat yang tidak disebutkan namanya itu mengatakan semua orang tahu pemerintah Ethiopia kesulitan mempertahankan legitimasi di negara yang multietnis tersebut. Ketidakpuasan yang menumpuk selama puluhan tahun dapat meledak menjadi perang.

"Tampaknya tidak ada yang terkejut, tapi tampaknya juga tidak ada yang tahu apa yang harus dilakukan," kata diplomat tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement