REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paham moderat cenderung diam di media sosial, sementara paham konservatif dan islamis lebih aktif bersuara di media sosial. Hal ini diungkapkan hasil penelitian bertema 'Beragama di Dunia Maya: Media Sosial dan Pandangan Keagamaan di Indonesia' yang dilakukan Media and Religious Trend in Indonesia (Merit), Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
Koordinator Riset Merit, Iim Halimatusa’diyah mengatakan, temuan lain yang mengkonfirmasi dominasi konservatisme agama di dunia maya adalah aktor sentral dalam konstruksi narasi keagamaan di media sosial dikuasai oleh akun-akun yang cenderung berpaham islamis dan konservatif. Akun tersebut memiliki potensi viralitas tweet keagamaan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang moderat.
"Meskipun paham moderat memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan (paham) islamis, namun sifat partisipasinya yang cenderung diam jauh terkalahkan oleh gerakan islamis yang lebih aktif bersuara," kata Iim saat merilis hasil penelitian Beragama di Dunia Maya: Media Sosial dan Pandangan Keagamaan di Indonesia secara daring, Senin (16/11).
Ia mengatakan, hal tersebut menguatkan posisi kelompok islamis sebagai noisy minority, kelompok dengan jumlah sedikit namun gaungnya lebih besar di media sosial. Terlebih lagi, temuan lain yang berhasil diambil dari sentralitas aktor adalah tertutupnya jaringan sosial yang terbentuk antar klaster akun di Twitter.
Hal ini menunjukkan minimnya interaksi antar pandangan keagamaan, sebab hampir seluruh jaringan di media sosial terbentuk hanya antara akun yang memiliki pemahaman yang sama. Akibatnya, terjadi penguatan paham keagamaan yang sudah mereka yakini sebelumnya.
"Mereka yang liberal menjadi semakin liberal, mereka yang konservatif semakin konservatif, dan mereka yang islamis akan menjadi semakin islamis," ujarnya.
Iim menyampaikan, meski jaringan di tingkat aktor sentral cenderung homogen dan tertutup, di level massa yang lebih luas, terlihat adanya heterogenitas jaringan dan interaksi antara kelompok middle ground moderat dan konservatif. Akan tetapi minim interaksi antara kelompok yang paling ekstrem, baik liberal maupun islamis. Sehingga cenderung menyulitkan proses pertukaran pemahaman keagamaan yang diharapkan mampu membentuk moderasi keagamaan. Ini menjadi tantangan yang cukup serius.
Sebelumnya disampaikan, penelitian bertema 'Beragama di Dunia Maya: Media Sosial dan Pandangan Keagamaan di Indonesia' mengambil data dari dua platform media sosial yaitu Twitter dan YouTube dalam rentang waktu tahun 2009-2019. Temuan utama penelitian ini adalah adanya dominasi narasi paham keagamaan konservatif di media sosial.
Walaupun pemahaman keagamaan lain juga banyak mewarnai diskursus agama terutama di platform Twitter, namun dengung konservatisme menguasai perbincangan di dunia maya. Narasi paham keagamaan konservatisme persentasenya sebesar 67,2 persen, disusul dengan narasi paham keagamaan moderat 22,2 persen, narasi paham keagamaan liberal 6,1 persen, dan narasi paham keagamaan islamis 4,5 persen.
Penelitian ini dirilis oleh Koordinator Riset Merit, Iim Halimatusa’diyah dan Ahli Data, Taufik Sutanto. Penelitian ini mengkaji perkembangan pemahaman keagamaan di media sosial, faktor dan konteks sosial serta politik yang mempengaruhinya.
Rilis hasil penelitian ini turut menghadirkan pakar dan peneliti yang mengkaji agama dan media. Di antaranya Prof Adlin Sila, Kepala Pusat Litbang Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama. Dr. Pribadi Sutiono, Ass. Dep. Koordinasi Kerjasama Asia, Pasifik, dan Afrika, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Alila Pramiyanti, Dosen di Universitas Telkom.