REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Konflik di Ethiopia memicu ketakutan bahwa perang saudara yang berkecamuk di wilayah Tigray utara bakal memperparah gelombang pengungsi ke negara tetangga, Sudan. Sudan sendiri tengah menghadapi kesulitan ekonomi akibat konflik di dalam negaranya sendiri.
Menurut PBB, lebih dari 40 ribu orang telah menyeberang perbatasan dari Tigray ke Sudan timur sejak 7 November. Sudan tengah berupaya untuk membangun kembali ekonominya yang hancur setelah konflik di wilayah Darfur dan penggulingan Omar al-Bashir tahun lalu. Sudan juga dilanda kekurangan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
"Sudan tidak akan dapat mengelola dan mendanai tanggap bencana ini sendirian," kata Alsir Khalid, komisaris bantuan Sudan untuk negara bagian Kassala timur seperti dilansir laman Bloomberg, Rabu (25/11). "Kami meminta komunitas internasional untuk membantu Sudan karena perbatasannya tetap terbuka untuk orang-orang Tigray," ujarnya menambahkan.
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed memerintahkan tentara ke Tigray setelah ketegangan beberapa bulan. Dia menuduh Front Pembebasan Rakyat Tigray yang berkuasa menyerang sebuah pangkalan militer.
Pihak berwenang Tigray mengatakan pertempuran dengan militer negara telah membuat 100 ribu orang mengungsi. Bahkan PBB telah memperingatkan bahwa tambahan 1,1 juta orang mungkin membutuhkan bantuan.
Pengungsi telah menyeberang ke negara bagian Kassala, Gedaref, dan Nil Biru di Sudan. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan memperingatkan, jumlah total para pengungsi dari Tigray untuk melarikan diri dari konflik bisa melonjak menjadi 100 ribu orang dalam enam bulan jika pertempuran terus berlanjut.
Mereka ditempatkan sementara di titik penerimaan sebelum dipindahkan ke lokasi di mana mereka diberi makanan, selimut dan bahan untuk membangun tempat berlindung. Gado Gabir Hawari termasuk di antara mereka yang meninggalkan rumahnya untuk menghindari pertempuran.
Dia berjalan selama empat hari dari rumahnya di Tigray sebelum menyeberangi sungai Setit ke Sudan dan terpisah dari suami dan tiga anaknya di sepanjang jalan. "Saya masih tidak tahu di mana mereka," kata dia yang berusia 40 tahun.
Dia terlihat terisak sambil menggendong dua anaknya yang masih kecil di Village 8, sekitar 60 kilometer (37 mil) dari perbatasan. "Tentara Ethiopia menyerang kami dari segala arah, menggunakan pesawat tempur dan senjata berat, termasuk tank dan artileri," katanya.