REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ustaz Fahmi Salim (UFS) kembali mengingatkan kepada semua pihak agar segenap bangsa ini fokus menghadapi pandemi dan masalah negeri. Pandangan itu juga sesuai dengan tema Milad 108 Muhammadiyah yaitu "Meneguhkan Gerakan Keagamaan Menghadapi Pandemi dan Masalah Negeri".
Menurut salah satu pengurus PP Muhammadiyah ini, ada kerinduan ummat Islam dengan hadirnya suasana keagamaan yang damai di tengah pandemi ini. Hal itu merespons riak-riak yang sempat menjadi perhatian publik belakangan ini terkait kedatangan Pendiri Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab.
Ustaz Fahmi meminta tidak perlu ada respons berlebihan mengenai masalah tersebut selain ajakan untuk berdialog dalam kedamaian sebagai sesama anak bangsa. Hal itu juga disampaikan Ustaz Fahmi dalam acara “Ngopi bareng Pangdam Jaya” di Kodam Jaya, Jakarta Timur.
Pendiri Al-Fahmu Institute ini menyitir satu ayat yang dipandang sangat relevan untuk menyikapi tersebut yang tertuang dalam QS Ali Imran ayat 159. Dia menyampaikan perlunya bagi seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah, Polri, TNI dan Ormas keagamaan termasuk ulama dan pendakwah untuk menerapkan prinsip Ali Imran Ayat 159.
Makna dalam terjemahan ayat tersebut adalah: "Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal." (QS Āli ‘Imrān [3]:159)
Dalam ayat ini, ada prinsip yang menjadi pegangan bagi para pendakwah, pemangku kepentingan dalam pemerintahan hingga aparat keamanan dan penegak hokum. “Prinsip dakwah dan mengayomi masyarakat sangat jelas di situ, yaitu lemah lembut, saling memaafkan, memohonkan ampunan ilahi dan bermusyawarah (dialog) dalam mengelola perbedaan pandangan dan menyelesaikan potensi konflik," katanya di Jakarta, Kamis (26/11).
Karena itu, acara Ngopi Bareng Pangdam yang juga dihadiri Ustaz Fahmi Salim dan beberapa tokoh Islam lainnya menjadi momentum untuk saling mengingatkan di antara ulama dan umara. Kesempatan ini diharapkan menjadi tradisi dialog dalam menyikapi berbagai persoalan khususnya yang terkait dengan masalah keumatan. Dengan begitu, tidak perlu lagi terjadi kegaduhan tanpa dialog karena selain menguras energi, juga berpotensi menjadi perpecahan.
Dari pertemuan tersebut, Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurrachman mengaku tidak pernah menganggap Habib Rizieq Syihab dan FPI sebagai musuh. Bagi Pangdam, HRS sama seperti masyarakat lainnya. Poin penting lainnya, yang dianggap sebagai musuh adalah ucapan-ucapan yang memperkeruh persatuan dan kesatuan bangsa.
"Saya tidak pernah mengajak bahwa FPI atau yang lain itu sebagai musuh, atau menganggap Habib Rizieq juga sebagai musuh juga tidak ada, itu saudara-saudara kita, yang justru kita musuhi adalah ucapan-ucapan yang mengajak dan yang nantinya akan memperkeruh persatuan dan kesatuan bangsa," ucapnya.
Menurut Ustaz Fahmi, itulah pentingnya dialog. Dari peristiwa eforia dan kerumunan umat Islam bisa menjadi kekuatan transformatif dengan mengedepankan dialog untuk persatuan umat dan bangsa. "Inisiasi Pangdam untuk mendengarkan pandangan tokoh umat kami apresiasi karena telah membuka saluran komunikasi publik, terutama statemen Pangdam yang menyatakan FPI dan HRS bukan musuh," katanya.
Ustaz Fahmi juga berharap agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi mengenai pertemuan para tokoh Islam dengan Pangdam Jaya tersebut. Justru pertemuan itu harus dimaknai sebagai upaya awal untuk memulai dialog sehingga pemerintah dan masyarakat bersama tokoh agama bersinergi, bergandengan tangan, dan bergotong rotong melawan penyebaran Covid-19.
Menurut dia, fokus Pemerintah dan seluruh kekuatan bangsa mengatasi pandemi dan dampak ekonomi penting. Di antaranya, bagaimana mengatasi adanya 2,67 juta warga yang menjadi pengangguran baru akibat resesi ekonomi. Hal itu merujuk pada pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Senin (23/11). Total jumlah pengangguran di Indonesia naik dari 7,1 juta orang menjadi 9,77 juta orang atau dari 5,23 persen ke 7,07 persen.