REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Putra Mahkota Jepang Fumihito akhirnya menyetujui pernikahan putri sulungnya, Putri Mako (29 tahun) dengan kekasih yang juga teman kampusnya, Kei Komuro. Namun, Fumihito menegaskan bahwa keluarga Kumoro harus menyelesaikan terlebih dahulu masalah keuangan keluarganya.
"Agar banyak orang diyakinkan dan merayakan (pernikahan), saya katakan ini penting untuk ditangani," ujar Fumihito, adik laki-laki Kaisar Naruhito, dikutip BBC, Senin (30/11).
"Dari sudut pandang saya, mereka tidak berada dalam situasi di mana banyak orang yakin dan senang (tentang pernikahan mereka)," ujarnya menambahkan.
Awalnya, Putri Mako akan menikahi Komuro yang bukan bangsawan setahun setelah keduanya mengumumkan pertunangan. Istana kemudian membantah penundaan itu terkait dengan masalah keuangan ibu Kumoro. Namun, Fumihito tetap menegaskan bahwa masalah uang harus ditangani terlebih dahulu sebelum melangsungkan pernikahan.
Kei Komuro saat ini sedang menyelesaikan studi lanjutan di sekolah hukum Universitas Fordham di New York. Dia mengatakan, tahun lalu keluarganya tidak mengalami kesulitan keuangan.
Menurut keterangannya, masalah utang yang belum dibayar untuk mantan tunangan ibunya telah diselesaikan. Namun, mantan tunangan ibunya mengatakan kepada media lokal bahwa masalah tersebut belum terselesaikan.
Meski sudah disetujui, belum jelas kapan upacara pernikahan Putri Mako dan Kumoro akan berlangsung. Hal yang jelas, setelah menikah dengan Kumoro, Putri Mako, putri tertua Pangeran Fumihito dan Putri Kiko akan kehilangan gelar kerajaan dan semua dukungan finansial. Dia juga akan menjadi warga negara biasa.
Awal bulan ini dia menyatakan tekadnya yang kuat untuk melanjutkan pernikahan. Kini, ayahnya sudah mendukungnya.
"Konstitusi mengatakan pernikahan harus didasarkan hanya pada persetujuan bersama dari kedua pasangan. Jika itu yang mereka inginkan, maka saya pikir itu adalah sesuatu yang perlu saya hormati sebagai orang tua," kata Fumihito dikutip Kyodo, berita terkemuka Jepang.
Sebelum Perang Dunia II, keluarga kekaisaran Jepang akan mengatur pernikahan dengan sepupu jauh atau putra dan putri dari keluarga bangsawan. Namun, konstitusi Jepang pasca-perang yang diberlakukan AS membongkar aristokrasi dan membubarkan cabang-cabang kecil keluarga kerajaan dan yang tersisa hanyalah rumah tangga kekaisaran inti.