REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Partai Presiden Prancis Emmanuel Macron yang berkuasa sepakat untuk menulis ulang rancangan undang-undang (RUU) yang melarang kebebasan untuk membagikan foto yang mengidentifikasi petugas polisi. Langkah ini dilakukan setelah ratusan ribu orang turun ke jalan menentang brutalitas polisi.
Pada Sabtu (29/11) lalu lebih dari 133 ribu orang di seluruh Prancis berunjuk rasa menentang rancangan undang-undang yang melarang warga merekam petugas polisi. Di Paris saja ada sekitar 46 ribu orang yang berpartisipasi dalam unjuk rasa ini.
Demonstrasi digelar setelah tersebar rekaman video seorang laki-laki kulit hitam dipukuli tiga petugas polisi di dalam studio musiknya sendiri pada awal bulan ini. Macron menyebut peristiwa itu 'memalukan' bagi Prancis.
Sebelum pemilihan presiden tahun 2022, Macron ingin menarik pemilih sayap kanan. Ia mencantumkan sebuah ketentuan dalam rancangan undang-undang yang dikenal dengan pasal 24.
Ketentuan yang bertujuan untuk menegakkan hukum tersebut justru mendapatkan protes keras dari media dan sayap kiri partainya sendiri. Partai Macron yakni Partai Republik pun mengatakan mengubah ketentuan tersebut.
"Kami mengajukan versi baru pasal 24 dan versi baru itu akan diajukan," kata ketua Partai Republik Prancis Christophe Castaner di konferensi pers di parlemen, Senin (1/12).
Pasal 24 tidak langsung melarang penyebaran foto polisi. Namun jika 'dimaksudkan untuk melukai' maka penyebaran foto polisi menjadi kejahatan yang pelakunya dapat dihukum satu tahun penjara dan denda 45 ribu euro.
Jurnalis Prancis dan ombudsman pemerintah bidang hak asasi manusia mengatakan pasal tersebut terlalu berlebihan. Selain itu, pasal tersebut juga berdampak besar bagi warga yang ingin mengungkapkan brutalitas polisi.
Pemerintah Prancis mengatakan rekaman video yang memperlihatkan kekerasan polisi terhadap Michel Zecler menyulitkan Paris melanjutkan pasal 24. Castaner mengakui banyak masyarakat yang meragukan pasal tersebut.
"Kami menyadari ada keraguan, beberapa orang mempertimbangan hak untuk membagikan informasi terancam. Itulah mengapa diperlukan klarifikasi," kata Castaner.
Pada Senin (30/12) Macron menggelar rapat darurat mengenai undang-undang tersebut di Elysee Palace. Ia bertemu dengan pemimpin-pemimpin parlemen dan Menteri Dalam Negerinya Gerald Darmanin.
Banyak pendukung Macron yang berasal dari moderat-kiri mengatakan kecewa dengan sikap presiden beberapa bulan terakhir. Macron dianggap 'condong ke konservatif'.
Tujuan umum dari rancang undang-undang ini untuk memberikan perlindungan yang lebih luas lagi pada polisi Prancis. Serikat polisi mengatakan polisi Prancis berada di bawah tekanan yang berat setelah berbulan-bulan menghadapi pengunjuk rasa 'rompi kuning' yang kerap berujung dengan bentrokan.