REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tim penyidik gabungan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Jabar dan Polresta Bogor meningkatkan status perkara RS UMMI ke tingkat penyidikan. Dengan status penyidikan, maka ada unsur pelanggaran hukum dalam perkara tersebut.
"Masalah RS UMMI ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan," kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Erdi Chaniago kepada para wartawan, Senin (7/12).
Menurut Erdi, setelah ditingkatkan ke penyidikan, polisi akan melakukan pemanggil terhadap sejumlah orang untuk dimintai keterangannya sebagai saksi. Namun jadwal pemanggilan tersebut, kata dia, masih belum bisa ditentukan waktunya.
"Sejumlah orang yang sebelumnya diundang untuk diklarifikasi, akan dipanggil lagi sebagai saksi untuk dimintai keterangannya," ujar dia.
Sampai saat ini, lanjut Erdi, polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Meski demikian, kata dia, dalamp perkara RS UMMI polisi menilai ada pelanggar hukum.
"Untuk sementara belum (ada tersangka). Namun dari hasil gelar perkara sudah ditemukan bahwa ada perbuatan pidana, yakni menghalang-halangi (swab test)," tutur dia.
Dalam perkara ini, sambung Erdi, penyidik akan menerapkan UU No 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Dia mengatakan, di Pasal 5 ayat 1 disebutkan, penanggulangan wabah melipui penyelidikan epedemiologis, pemeriksaan, pengobatan, perawatan, isolasi penderita, termasuk karantina, pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit.
"UU Ini sangat relevan pada pandemi Covid-19," imbuh dia.
Sebagaimana diketahui, Kapolda Jabar, Irjen Pol Ahmad Dofiri sebelumnya menegaskan, laporan Wali Kota Bogor, Bima Arya terkait RS UMMI tak bisa dicabut. Sebab laporan tersebut bukan delik aduan.
"Ini bukan delik aduan, tapi pidana murni. Kalau pidana murni, kepolisian wajib menangani dan mengusutnya," kata dia kepada para wartawan, Senin (30/11) di Mapolda Jabar.
Menurut Dofiri, Wali Kota Bogor itu diyakininya tidak akan mencabut laporannya terhadap Dirut RS UMMI. Laporan tersebut LP/650/XI/2020/JBR/Polresta Bogor Kota. "Saya ingin menjelaskan, pertama saya tidak yakin wali kota sungguh-sungguh menyatakan itu (akan mencabut laporannya). Sebab ini bukan kasus delik aduan," kata jenderal polisi bintang dua peraih Bintang Adhi Makayasa angkatan 1989 ini.
Menurut penilaian Dofiri, persoalan Habib Rizieq Shihab (HRS) yang diketahui tidak ada di ruangn perawatan RS UMMI bukanlah poin penting ."Apakah HRS kabur atau meninggalkan rumah sakit, saya perlu klarifikasi itu bukan poin penting," kata dia.
Dikatakan Dofiri, HRS datang ke rumah sakit tersebut secara diam-diam. Dan saat meninggalkan rumah sakit pun secara diam-diam pula. "Satgas Covid datang untuk mengklarifikasi dan ada indikasi penolakan. Menghalangi tugas Satgas Covid dan sampai akhirnya yang bersangkutan juga meninggalkan rumah sakit dengan diam-diam. Silakan publik sendiri yang menilai, apakah itu kabur atau meninggalkan rumah sakit," ujar dia.