Kamis 10 Dec 2020 06:19 WIB

FPI Minta Komnas HAM Rekrut Komisioner Ad Hoc dari Sipil

Ada bayi dan balita perempuan saat enam laskar FPI ditembak kepolisian.

Rep: Febryan A/ Red: Erik Purnama Putra
Anggota Front Pembela Islam (FPI) menggelar unjuk rasa di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Selasa (8/12), untuk memprotes pembunuhan enam laskar oleh kepolisian.
Foto: EPA-EFE/HOTLI SIMANJUNTAK
Anggota Front Pembela Islam (FPI) menggelar unjuk rasa di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Selasa (8/12), untuk memprotes pembunuhan enam laskar oleh kepolisian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak Front Pembela Islam (FPI) meminta Komnas HAM merekrut komisioner ad hoc dari kalangan masyarakat sipil dalam pengusutan kasus penembakan enam laskar FPI oleh aparat Polda Metro Jaya. Pasalnya, FPI mengeklaim, kematian enam laskar itu adalah pembunuhan di luar proses hukum.

"Kami mendorong pihak Komnas HAM memperluas keterlibatan badan partisipasi publik dengan merekrut komisioner ad hoc dari kalangan masyarakat sipil yang profesional dan independen serta berintegritas untuk menjadi anggota tim pencari fakta dalam peristiwa extra judicial killing ini," demikian bunyi keterangan pers resmi FPI yang ditandatangani Ketua Umum FPI KH Ahmad Shabri Lubis dan Sekretaris Umum FPI Munarman di Jakarta, Rabu (9/12).

FPI, kata Shabri, juga terus mendorong Komnas HAM, Komnas Anak, dan Komnas Perempuan melakukan investigasi. Sebab, rombongan yang dikawal laskar dalam pembunuhan enam orang itu tak hanya ada Habib Rizieq Shihab (HRS), tapi juga terdapat bayi dan balita perempuan. Shabri amat menyesalkan terjadinya pembunuhan di luar proses hukum itu saat dunia bakal memperingati Hari HAM Internasional pada 10 Desember.

"Adalah hal yang sangat memalukan apabila momen hari HAM sedunia dan justru di Indonesia pelanggaran HAM berat terus terjadi di NKRI mulai dari Sabang sampai Merauke," kata Shabri.