REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami dugaan pemotongan nilai bantuan sosial (bansos) pandemi Covid-19 hingga Rp 100 ribu. KPK mendapat informasi bahwa nilai paket sembako Rp 300 ribu per keluarga berkurang menjadi Rp 200 ribu ketika sampai ke masyarakat.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK masih menyelidiki hal tersebut. KPK akan memanggil semua pihak yang berkaitan dengan pengadaan bansos Covid-19.
"Pemeriksaan saksi-saksi juga dilakukan agar diperoleh pembuktian unsur-unsur pasal menjadi semakin terang," katanya di Jakarta, Selasa (15/12).
Dia mengatakan, pemeriksaan dilakukan guna mendapatkan konstruksi perkara secara menyeluruh dari perkara suap yang telah menjerat mantan menteri sosial Juliari Batubara. Selain pasal suap yang sudah disangkakan kepada Juliari, KPK sedang mendalami kemungkinan ada indikasi korupsi yang merugikan keuangan negara.
Jika ada indikasi korupsi maka Juliari dapat dijerat pasal dengan ancaman hukuman mati sesuai dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 ayat 2 dan ayat 3 tentang korupsi. Namun, Ali mengatakan, KPK tidak berwenang untuk menyatakan adanya kerugian negara dalam perkara tersebut.
Dia mengatakan, yang bisa menyatakan adanya kerugian negara adalah lembaga berwenang semisal BPK atau BPKP. "Diperkuat pula dengan keterangan ahli keuangan negara," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, KPK hingga kini baru melihat terkait keberadaan suap sembako. Dia mengatakan, KPK tetap akan mendalami rentetan proses pengadaan barang dan jasa bansos guna menelisik kemungkinan adanya kerugian negara.
"Misalnya ada dugaan penggelembungan harga hingga menyebabkan kerugian negara," katanya.
Namun, dia mengatakan, KPK hingga saat ini baru menemukan materi korupsi suap dalam perkara tersebut. Tak hanya menelusuri aliran dana, KPK juga berniat melacak kelayakan dari perusahaan-perusahaan yang ditunjuk untuk menyalurkan bansos tersebut.
Alexander mengatakan, ada 272 kontrak penyaluran bansos sembako Covid-19 yang diduga telah dipotong. "Semua harus didalami siapa yang mendapatkan pekerjaan itu, dari mana atau bagaimana dia mendapatkan pekerjaan itu dan apakah dia melaksanakan penyaluran sembako itu atau modal bendera doang, disub-kan, itu yang harus didalami," katanya.
KPK telah menetapkan Juliari bersama empat orang lainnya sebagai tersangka pengadaan bansos Covid-19. Dia ditetapkan bersama Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) serta dari pihak swasta Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS).
KPK menduga Juliari menerima suap senilai Rp 17 miliar dari fee pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek.