REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga minyak naik lagi pada akhir perdagangan Kamis (17/12), dan menyentuh level tertinggi sembilan bulan. Para pedagang optimistis tentang kemajuan menuju kesepakatan stimulus fiskal AS dan permintaan pengilangan yang memecahkan rekor di China dan India.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Februari naik 42 sen menjadi ditutup pada 51,50 dolar AS per barel dan menyentuh tertinggi sesi 51,90 dolar AS. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari bertambah 54 sen menjadi menetap di 48,36 dolar AS per barel, dengan tertinggi sesi 48,59 dolar AS.
Kedua acuan minyak mentah mencapai level tertinggi sejak awal Maret. Dolar AS menetapkan level terendah 2,5 tahun terhadap mata uang utama lainnya pada Kamis. Karena minyak mentah dihargai dalam greenback, ini membuat harga minyak lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya.
Anggota parlemen AS mendekati kesepakatan tentang paket pengeluaran bantuan virus corona senilai 900 miliar dolar AS pada Rabu (16/12).
"Asia berada di depan kurva dalam mode pemulihan dari virus corona," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures di Chicago.
Persediaan minyak mentah AS turun 3,1 juta barel dalam sepekan hingga 11 Desember, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan, jauh lebih banyak dari ekspektasi para analis untuk penurunan 1,9 juta barel. “Tampaknya ini menjadi musim perayaan yang jauh lebih baik daripada bullish yang diharapkan oleh kebanyakan pedagang. Tapi apakah harga minyak bisa tetap tinggi dan mempertahankan kenaikan ini masih dipertanyakan di tengah kerusakan permintaan yang disebabkan lockdown,” kata Bjornar Tonhaugen dari Rystad Energy.