REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 2030 mendatang diperkirakan hampir 70 persen penduduk Indonesia akan berada di usia produktif, yaitu usia antara 15 hingga 64 tahun. Pada saat ini adalah titik yang tepat untuk mulai bersama-sama usaha strategis dan bertanggung jawab, yang dapat memanfaatkan bonus demografi agar bisa memberikan manfaat bagi bangsa.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Business Links (IBL) Yayan Cahyana dalam webinar Kemitraan dalam Meningkatkan Peluang Ekonomi Kaum Muda yang digelar Katadata bersama Indonesia Business Links.
“Kita tidak akan pernah berpikir bahwa bonus demografi akan menimbulkan angka pengangguran yang tinggi. Tantangan untuk itu tidak kecil, sehingga dibutuhkan strategi dan koordinasi di antara para pemangku kepentingan dalam satu kolaborsi sehingga tantangan ini dapat dijawab bersama sama menjadi lebih mudah,” kaya Yayan dalam keterangan resminya, Jumat (18/12).
Yayan mengungkapkan, melihat tantangan tersebut, IBL melalui Program Skilled Youth 4 menggandeng Puskamuda UI untuk melakukan kajian tentang kemitraan bagi peningkatan peluang ekonomi anak muda. Nantinya akan dilihat beberapa aspek utama seperti akses, soft skills, kemitraan, GESI, teknologi informasi, dan literasi keuangan.
Country Head of Corporate Affairs Citi Indonesia Puni A. Anjungsari menambahkan, sudah lebih dari 1.000 anak muda yang menerima manfaat dari program Skilled Youth 4. Program Skilled Youth 4, kata dia, merupakan program kolaborasi Citi Indonesia IBL yang didukung oleh Citi Foundation. Ini ditujukan bagi generasi muda berusia rentang 16-25 tahun di sejumlah wilayah di Jawa Barat yaitu Bekasi, Cikarang, Karawang, Bandung, dan Purwakarta.
“Kami sangat menyambut baik inisiatif yang dilakukan IBL dan dari hasil yang diperoleh, pendampingan bagi generasi muda merupakan salah satu faktor utama dari program Skilled Youth. Selain itu, aspek inklusif dan keberagaman juga mempunyai peran yang penting dalam pengembagan potensi generasi muda kedepannya dan bertujuan memberikan dampak yang serentak dan berkelanjutan bagi para generasi muda di wilayah yang menjadi sasaran program ini,” kata Puni.
Menurut Puni, Citi Indonesia pada tahun depan akan mulai mengembangkan aspek inklusif dan keberagaman yang menjadi peran penting. Ini ditujulan untuk pengembangan potensi anak muda yang kedepannya akan menjadi acuan dari program-program yang akan dilaksanakan oleh Citi Indonesia.
"Kaum muda menjadi salah satu kelompok yang terdampak akibat pandemi Covid-19. Peluang untuk bekerja semakin sempit dan juga kesempatan berwirausaha menjadi terbatas," kata dia.
Oleh karena itu, kata Puni, perlu ada kemitraan yang inklusif untuk mendorong kelompok muda bisa berwirausaha di masa pandemi dan juga pascapandemi.
Direktur Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangungan Nasional Mahatmi Parwitasari Saronto mengatakan, pandemi Covid-19 berdampak besar pada kondisi angkatan kerja pada 2020. Dalam visi Indonesia 2045, pemerintah menargetkan 90 persen angkatan kerja berpendidikan menengah ke atas.
“90 persen tenaga kerja kita dapat bekerja di lapangan kerja dengan keahlian menengah ke atas. Untuk mendorong produktifitas, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan diharapkan mencapai 65 persen. Sama seperti Vietnam sekarang,” ucap Mahatmi.
Menyadari kondisi dan tantangan target tersebut, strategi yang akan ditempuh pemerintah terdiri dari tiga poin.
“Untuk poin pertama, pemerintah akan mendorong pemulihan dan transportasi ekonomi dengan memulihkan sektor unggulan seperti industri pengolahan dan pariwisata, pengembangan wilayah pusat pertumbuhan seperti kawasan industri, mendorong investasi, menumbuhkan UMKM,” kata Mahatmi.
“Kedua, pemerintah akan mendorong perbaikan skill development sistem yang ada sekarang, dengan mereformasi sistem pendidikan dan pelatihan vokasi agar lebih berbasis kerja sama industri termasuk pembenahan informasi pasar kerja,” ujar dia melanjutkan.
Untuk melakukan itu semua, maka harus ada kerja sama antar berbagai pihak. Menurut pandangan Mahatmi, industri harus menjadi sektor terdepan dalam pengembangan keahlian tenaga kerja. Intinya adalah bagaimana membuat tiap angkatan kerja dapat menyesuaikan keahliannya dengan industri. Sehingga, tidak tertinggal dalam perubahan lapangan kerja.
"Poin ketiga, dilandasi pada proses reformasi ketenegakerjaan untuk menciptakan ketenagakerjaan yang kondusif dengan membenah regulasi dan reformasi sistem perlindungan sosial, reformasi sistem kesehatan nasional, serta perbaikan sistem pendidikan," kata dia.
“Kita tidak bisa berbicara mengenai angkatan kerja yang lain, jika angkatan kerja kita tidak sehat dan tidak memiliki kemampuan hard skill dan soft skill yang mumpuni. Hal ini didapat dari dunia pendidikan dari sekolah. Untuk mengatasi pengangguran usia muda, strategi di atas bisa didekati dengan dua jalur, kita bekali kaum muda dengan keterampilan bekerja dan keterampilan untuk berwirausaha,” kata Mahatmi menambahkan.