REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Petani-petani India mulai melakukan aksi mogok makan. Aksi yang dimulai pada Senin (21/12) ini adalah bagian dari unjuk rasa yang menuntut Perdana Menteri Narendra Modi menarik kembali undang-undang reformasi pertanian.
Pemerintah Modi berpendapat petani dapat terlibat dalam pembicaraan lebih lanjut untuk mengakhiri kebuntuan. Tidak tercapainya titik temu dalam negosiasi tersebut membuat para petani terpaksa berkemah di luar kota New Delhi selama tiga pekan lebih.
Unjuk rasa memblokir jalan yang menghubungkan ibu kota New Delhi dengan negara-negara bagian tetangganya, Haryana dan Uttar Pradesh. Aksi ini mengganggu transportasi massal dan pasokan buah serta sayuran.
"Kami akan melakukan mogok makan selama 24 jam, melewatkan makan kami, untuk menekan tuntutan kami yakni menarik tiga undang-undang pertanian," kata tokoh unjuk rasa Yogendra Yadav, Senin (21/12).
Sebagai bentuk solidaritas menentang undang-undang pertanian yang baru, pemimpin-pemimpin India meminta para pendukung mereka untuk melewatkan satu jam makan pada 23 Desember. Padahal pada September lalu Parlemen India mengesahkan undang-undang itu tanpa banyak perdebatan. Petani khawatir undang-undang itu menghentikan pemerintah membeli produk panen mereka untuk membantu pembeli besar.
Modi membela undang-undang itu dengan mengatakan selain akan meningkatkan pendapatan petani, reformasi pertanian juga mendorong swasta berinvestasi di gudang pendingin, pengadaan, dan distribusi. Pemimpin petani mengatakan dalam beberapa pekan terakhir sudah lebih dari 30 pengunjuk rasa meninggal dunia. Sebagian besar karena kedinginan sebab mereka tidur di ruang terbuka dengan suhu udara 4 derajat Celsius.
Para pemimpin petani juga meminta dukungan untuk memboikot pidato bulanan Modi di radio. "Masyarakat harus merusak peralatan mereka di rumah pada Ahad mendatang ketika Modi berbicara di radio," kata presiden serikat petani Bharti Kisan, Jagjit Singh Dallewal.