Rabu 06 Jan 2021 20:49 WIB

Sorongan 40 Bukti yang Buat Pengacara HRS Optimistis

Pengacara mengajukan 40 bukti cacat hukum penetapan tersangka HRS di praperadilan.

Hakim tunggal Akhmad Sayuti memimpin jalannya sidang praperadilan penetapan tersangka Muhammad Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (ilustrasi)
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Hakim tunggal Akhmad Sayuti memimpin jalannya sidang praperadilan penetapan tersangka Muhammad Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono

Tim advokasi Habib Rizieq Shihab (HRS) menyorongkan 40 bukti cacat hukum yang dilakukan oleh kepolisian dalam penetapan tersangka penghasutan, dan kerumunan massal. Dalam sidang praperadilan ketiga di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (6/1) tim pengacara juga membawa dua saksi fakta terkait penghasutan, sekaligus pihak-pihak yang hadir atas kemauan sendiri ke dalam kerumunan di Petamburan, pada Sabtu, 14 November 2020 lalu.

Baca Juga

Pengacara Alamsyah Hanafiah menerangkan, selain menyampaikan bukti-bukti, dan saksi-saksi, tim advokasi juga menyorongkan dalil hukum tambahan. Terutama menyangkut Pasal 160 KUH Pidana dan Pasal 9 dan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan 6/2018.

Penjelasan hukum terhadap dua sangkaan tersebut, dinilai krusial untuk meyakinkan hakim tunggal praperadilan dapat memerintahkan kepolisian, membebaskan HRS, dari jerat pidana dan jeruji penahanan.

“Kita serahkan 40 bukti-bukti (kepada hakim). Beberapa sangat penting, termasuk dua surat penyidikan yang tidak konsisten. Dan bukti administratif atas pelanggaran yang sudah diberikan sanksi,” kata Alamsyah.

Terkait penyidikan yang tak konsiten itu, kata Alamsyah, ada bukti Surat Ditreskrimum Polda Metro Jaya B/20070/XI/RES.1.24/2020, bertanggal 16 November 2020 yang isinya tak menyertakan Pasal 160 KUH Pidana sebagai dasar dari proses lanjutan penyelidikan. Adapun bukti lainnya, terkait dengan surat Ditreskrimum Polda Metro Jaya S.PgI/8716/XI/2020, bertanggal 27 November 2020.

“Yang isinya, tiba-tiba dalam tahap penyidikan, diselipkan Pasal 160 KUHP, yang sebelumnya tidak pernah ada dalam penyelidikan,” terang Alamsyah di PN Jaksel, Rabu (6/1).

Penjeratan Pasal 160 KUH Pidana itu, pun kata Alamsyah, sudah dijelaskan tak adanya bukti penghasutan. Karena, kata dia, penyidik kepolisian, hanya mengacu pada ceramah Habib Rizieq, pada 13 November 2020 yang menyampaikan kepada para jemaahnya, untuk datang ke gelaran Maulid Nabi Muhammad, yang sekaligus hajatan pernikahan putrinya, pada 14 November 2020 di Petamburan.

Alamsyah meyakinkan, Pasal 160 KUH Pidana, tak dapat digunakan untuk mendefenisikan ajakan ke Maulid Nabi, maupun ke pernikahan sebagai perbuatan hasutan. Meskipun dari penyampaian Habib Rizieq, membuat orang berbondong-bondong ke Petamburan yang dianggap melanggar protokol kesehatan (prokes) di masa pandemi Covid-19.

Akan tetapi, dikatakan Alamsyah, tak ada pidana dan bukan tindak kejahatan dalam mengajak orang menghadiri maulid, dan pernikah. Bahkan, dari ajakan tersebut, Pasal 160 KUH Pidana tak dapat dijadikan landasan penjeratan penghasutan.

Alamsyah menerangkan, orang-orang yang tergerak datang ke Petamburan, pun tak melakukan pidana. Adapun terkait pelanggaran prokes karena ajakan Habib Rizieq, yang membuat kerumunan dan dilarang, sudah diberikan sanksi administratif berupa denda Rp 30 juta dan Rp 20 juta atas pelanggaran saat maulid, dan pernikahan.

“Jadi dengan itu, berarti secara hukum, sanksi pelanggaran itu sudah dilaksanakan. Dan secara hukum seseorang tidak boleh dihukum dua kali, dalam kasus yang sama,” terang Alamsyah.

Pengacara Muhammad Kamil Pasha menambahkan, menyangkut penjeratan Pasal 9 dan Pasal 93 UU Karantina terhadap Habib Rizieq. Kata dia, tim advokasi menyampaikan bukti-bukti hukum, surat, dan kajian akademis terkait penggunaan sangkaan tersebut.

Dikatakannya, tuduhan itu tak berdasar karena saat, dan setelah kerumunan terjadi di Petamburan, tak berakhir pada status penetapan wilayah kedaruratan pandemi Covid-19. Pun Kamil menerangkan, tak ada satupun otoritas resmi di pemerintahan yang menetapkan Petamburan sebagai wilayah kedaruratan.

Pasal 93 itu, kata Kami, berbunyi, “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1, dan atau menghalang-halangi, penyelenggara kekerantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat.”

Menurut Kamil, unsur paling penting dalam pasal tersebut, pada frasa, “Sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat.”

Tetapi, kata Kamil, penyidik dari Polda Metro Jaya, tak mampu membuktikan telah terjadi kedaruratan kesehatan masyarakat atas kerumunan yang terjadi di Petamburan. “Juga, siapa yang harus mengeluarkan produk (kedaruratan) tersebut, pihak kepolisian tidak bisa dan tidak dapat membuktikannya,” kata Kamil.

Bukan hanya kepolisian yang tak dapat membuktikan, Kamil menegaskan, jika menjadikan UU 6/2018 sebagai basis penyelidikan, dan penyidikan terhadap Habib Rizieq, pada Pasal 10 UU Karantina diterangkan otoritas pemerintah pusat yang harus menyatakan instruksi Pasal 93. Akan tetapi, dikatakan Kamil, pemerintah pusat tak pernah mengundangkan, atau menyatakan status kedaruratan kesehatan masyarakat di Petamburan yang dijadikan kepolisian sebagai tempat terjadinya perkara.

“Jadi Pasal 9 dan Pasal 93 itu, juga tidak mampu dibuktikan bahwa pemerintah pusat menetapkan status kedaruratan. Karena memang tidak ada kedaruratan di Petamburan. Baik saat maulid dan pernikahan, dan setelahnya. Tidak ada,” kata Kamil.

Atas bukti-bukti tersebut, Kamil pun percaya diri hakim tunggal praperadilan Ahmad Sayuthi, dapat memerintahkan kepolisian membatalkan status tersangka, dan meminta penyidik menghentikan perkara (SP3), kasus yang menjerat Habib Rizieq.

“Jadi optimistis kami sekarang. Mudah-mudahan Allah memberikan petunjuk kepada hakim. Bukannya kami takabur untuk mendahului kehendak Allah. Tapi mudah-mudahan, permohonan kami dikabulkan. Insya Allah,” kata Kamil seusai sidang.

Kabid Hukum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar (Kombes) Hengki yang menjadi kuasa termohon, mengatakan, hak tim advokasi Habib Rizieq mengumbarkan segala macam bukti ke hakim praperadilan. Karena menurut dia, apa pun bukti-bukti yang disorongkan pemohon, tak relevan dibawa ke hakim tunggal praperadilan. Karena menurut dia, jika menyangkut soal pembuktian atas sangkaan, semestinya dihadirkan pada tahap sidang pembuktian di pengadilan umum.

“Yang bagi kami termohon (kepolisian), silakan saja. Tetapi sesuai mekanisme yang ada, keberatan pemohon dalam praperadilan itu kan menyampaikan alasan-alasan terkait penetapan tersangka. Tetapi yang disampaikan pemohon itu kan sudah masuk ke materi perkara,” terang Hengki di PN Jaksel, Rabu (6/1).

Namun, kata Hengki, mekanisme praperadilan, tetap mewajibkan pihak kepolisian, menjawab dalil-dalil, dan bukti-bukti yang disampaikan itu, kepada hakim tunggal. “Tentu kita sebagai termohon, akan memberikan tanggapan juga,”kata Hengki.

Hengki menambahkan, dari pihak kepolisian, pun akan mengajukan alat-alat bukti berupa dokumen, maupun surat-surat dari hasil penyidikan, yang diajukan sebagai sanggahan. Termasuk kata dia, pihaknya akan mengajukan saksi-saksi dari penyelidikan, dan penyidikan, untuk dihadirkan ke muka hakim tunggal, sebagai penguat penolakan, atas permohonan praperadilan Habib Rizieq.

“Hari Jumat (8/1) saksi-saksi dari kita juga akan kita hadirkan. Jumlahnya sesuai kebutuhan saja,” ujar Hengki.

 

photo
Pasal yang Menjerat Habib Rizieq - (republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement