Jumat 08 Jan 2021 14:37 WIB

PPKM Ternyata Bukan PSBB dan tidak untuk Seluruh Jawa-Bali

"Kalau PSBB nanti kesannya skala masif seluruh Jawa dan Bali," kata Tito.

Pekerja menjemur batik setengah jadi di Desa Klampar, Pamekasan, Jawa Timur, Jumat (8/1/2021). Pengusaha batik daerah itu mulai meningkatkan penggunaan jasa travel dan jasa pengiriman lainnya guna memasarkan usahanya ke sejumlah daerah, menyusul akan diberlakukan Pembatasan Pergerakan Jawa-Bali atau Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 11-25 Januari.
Foto: Antara/Saiful Bahri
Pekerja menjemur batik setengah jadi di Desa Klampar, Pamekasan, Jawa Timur, Jumat (8/1/2021). Pengusaha batik daerah itu mulai meningkatkan penggunaan jasa travel dan jasa pengiriman lainnya guna memasarkan usahanya ke sejumlah daerah, menyusul akan diberlakukan Pembatasan Pergerakan Jawa-Bali atau Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 11-25 Januari.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Mimi Kartika, Antara

Baca Juga

Pemerintah telah menetapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di berbagai daerah Jawa-Bali yang efektif mulai 11 Januari hingga 25 Januari 2021. PPKM tidak diterapkan terhadap seluruh provinsi di Jawa dan Bali, melainkan hanya berlaku untuk kota dan kabupaten yang ditentukan melaluli empat kriteria.

"Kami hanya melakukan pembatasan, bukan pelarangan. Kami memainkan gas dan rem," ujar Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto saat konferensi virtual BNPB Bertema Update Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Berbagai Daerah Jawa dan Bali, Kamis (7/1).

Menurut Airlangga, PPKM diberlakukan setelah pemerintah mencermati perkembangan kasus Covid-19 di mana kasus aktif per 6 Januari 2021 telah mencapai 112.593, kemudian yang meninggal dunia sebanyak 23.296. Laju penambahan kasus per pekan per Desember 48.434 pun naikper Januari menjadi 51.986.

Berdasarkan data, ada beberapa daerah yang kasusnya tinggi dan angka kematiannya tinggi diatas rata-rata nasional 3 persen. Ada beberapa daerah yang tingkat rasio keterisian tempat tidurnya (BOR)-nya pun telah di atas rata-rata nasional 62,8 persen.

Untuk menentukan daerah yang harus menerapkan PPKM, Airlangga menerangkan, pemerintah menggunakan empat kriteria. Yakni, angka kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional di atas 3 persen, kemudian tingkat kesembuhannya adalah di bawah kesembuhan tingkat nasional yaitu 82 persen, kasus aktifnya diatas rata-rata nasional atau 14 persen, dan BOR rumah sakitnya di atas 20 persen. 

Wilayah yang diprioritaskan menerapkan PPKM telah disebutkan dalam Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19. Untuk Jawa Barat diprioritaskan pada wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cimahi, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan wilayah Bandung Raya.

Untuk Banten hanya diprioritaskan di wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Untuk Jawa Tengah diprioritaskan di wilayah Semarang Raya, Banyumas Raya, dan Kota Surakarta, serta sekitarnya. Untuk DI Yogyakarta diprioritaskan di wilayah Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul,  Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulon Progo.

Untuk Jawa Timur diprioritaskan di wilayah Surabaya Raya dan Malang Raya. Untuk Bali diprioritaskan di wilayah Kabupaten Badung, Kota Denpasar, serta sekitarnya. Sementara, PPKM diterapkan di seluruh DKI Jakarta.

Sedangkan, untuk wilayah lainnya di Pulau Jawa dan Bali yang tidak disebutkan di atas dapat ditentukan kepala daerah masing-masing berdasarkan data kasus Covid-19 di wilayahnya.

PPKM yang diberlakukan adalah kerja dari rumah (WFH) 75 persen, kemudian jam buka mal dibatasi sampai jam 19.00 WIB, makan di restoran tetap dibolehkan 25 persen, artinya restoran tetap bisa makan di tempat 25 persen dan sisanya dibawa pulang, kemudian kapasitas tempat ibadah maksimal 50 persen, fasilitas umum dihentikan, kegiatan sosial dihentikan, kemudian terkait transportasi yang regulasinya diatur oleh daerah masing-masing.

Menteri Dalam Negeri Mendagri sudah mengeluarkan instruksi kepala daerah untuk mengeluarian surat edaran (SE) terkait masalah ini. Oleh karena itu, Airlangga berharap kepala daerah menyiapkan peraturan daerah (perda), baik peraturan gubernur (pergub) maupun peraturan kepala daerah.

Mendagri Tito Karnavian menjelaskan, PPKM hanya diprioritaskan di beberapa kabupaten/kota di Pulau Bali dan Jawa. Pemerintah tidak menggunakan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena kebijakan PPKM itu tidak diterapkan di seluruh daerah.

"Kalau PSBB nanti kesannya skala masif seluruh Jawa dan Bali, padahal kan tidak," ujar Tito dalam keterangan tertulis, Jumat (8/1).

Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyambut baik langkah pemerintah ini untuk menekan kasus Covid-19 di Tanah Air.

"Alhamdulilah, karena penambahan kasus Covid-19 bisa terjadi sampai akhir Januari ini kalau tidak dikendalikan. Yang dikhawatirkan kan kapasitas rumah sakit, karena banyak rumah sakit penuh, harus mencari rumah sakit dulu kemudian baru bisa dapat," kata Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih saat dihubungi Republika, Rabu (6/1).

Oleh karena itu, pihaknya mendukung upaya pemerintah membatasi aktivitas publik di Jawa Bali. Ketika aktivitas publik dibatasi atau adanya pembatasan sosial, maka mobilitas masyarakat berkurang, kemudian pergerakan masyarakat berkurang, bertemu dengan orang lain berkurang, kerumunan berkurang. Diharapkan upaya ini akan menurunkan penularan di lapangan.

"Sehingga diharapkan kasus Covid-19 bisa dikurangi atau disetop. Makanya kami mendukung," ujarnya.

Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani saat dihubungi Republika, Jumat (8/1), mengatakan, yang terpenting dari semua kebijakan-kebijakan ini adalah bagaimana implemetasinya di lapangan. Laura juga mengajak masyarakat bisa berkaca pada kebijakan serupa yang terlebih dahulu diterapkan.

Meski telah mengeluarkan kebijakan yang berbeda, dia melanjutkan, pemerintah belum mampu untuk mengendalikan kasus dan mendisiplinkan masyarakat menerapkan protokol kesehatan 3M. Ia menyinggung beberapa negara sudah ada yang bisa mengendalikan kasus.

Oleh karena itu, Laura menegaskan efektivitas kebijakan PPKM ini sangat tergantung pada implementasinya. Apalagi, PPKM bisa diartikan berbeda-beda tiap daerah dengan memodifiksi aturan sesuai dengan kondisi wilayah. Sehingga ia menilai masih ada celah bahwa pembatasan ini sebetulnya tidak terlalu ketat.

"Padahal, bisa dikatakan kondisi saat ini kritis ketika dibandingkan situasi sebelumnya, kata Laura.

Sementara, anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Hidayatullah Muttaqin menyatakan, PPKM efektif untuk daerah yang pandeminya terkendali. Sehingga, menurutnya, PPKM tidak tepat untuk wilayah Jawa dan Bali.

"Kalau daerah seperti Jawa dan Bali yang kasus Covid-19 terbilang tinggi, pemerintah harusnya mempertimbangkan kebijakan lebih ketat yaitu PSBB seperti dulu," kata dia di Banjarmasin, Jumat.

Dijelaskan Muttaqin, pada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maka pemerintah dapat menerapkan pengendalian mobilitas penduduk secara lebih ketat dan menyeluruh. Sementara, kebijakan PPKM hanya pembatasan tempat kerja dengan bekerja dari rumah, kegiatan sekolah dan perkuliahan dilakukan secara daring, pembatasan jam operasional dunia usaha, dan beberapa pembatasan lainnya.

Menurut dia, dalam situasi pandemi tidak terkendali yang ditandai dengan tingginya ledakan kasus yang dibutuhkan adalah pembatasan total mobilitas penduduk secara ketat atau lockdown seraya disertai peningkatan penerapan protokol kesehatan dan strategi 3T (testing, tracing, dan treatment).

"Hal ini penting untuk secepatnya memutus mata rantai penularan, merawat pasien dan memisahkannya dengan penduduk yang tidak terinfeksi," paparnya

 

photo
Indonesia sumbang 0,89 persen kasus Covid-19 di dunia - (Republika)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement